Setelah menunggu sebentar, tiba giliranku untuk tes darah. Suster yang menyuntikkan jarum ke lengan kiriku tidak berseragam putih. Ia mengenakan blus longgar berkerah V dengan warna dasar krem bercorak meriah seperti baju tidur anak-anak yang dipadukan dengan celana panjang berwarna gelap.
Proses pengambilan darah berlangsung lancar, pertanda bahwa susternya cukup ahli karena nadi saya termasuk halus dan tak semua suster dapat menemukan nadi dengan segera. (Lihat cerita selanjutnya yang berjudul Suster Pintar-pintar Bodoh).
“What’s next?” kutanya suster setelah pengambilan darah selesai.
“Why don’t you have some lunch before you see the doctor?” katanya.
Wah, ide yang sangat brilian karena perut kami memang sudah keroncongan meskipun tadi pagi memang sempat sarapan nasi kuning dingin dan teh panas di pesawat. (Baca cerita selengkapnya dalam Nasi Kuning Dingin dan Ikan Buruk Rupa.)
Pukul 13:45 kami sudah tiba kembali di ruang tunggu di tempat praktek dokter. Baru duduk beberapa saat seorang pasien keluar dari ruangan dengan diantar oleh dokter. Ketika dokter melihatku, ia segera menyambut dan mempersilakan kami masuk ke ruangannya. Dokter yang bernama lengkap Tan Sing Huang ini perempuan muda, baru 30-an tahun, masih idealis dan sabar. Waktu kutanya, apakah ia sudah makan siang, ia menjawab belum, tetapi ingin memeriksa aku terlebih dahulu sebelum kemudian memintaku menjalani DEXA scan untuk melihat kepadatan tulang.
Aku kira DEXA scan ini singkatan dari bone DEnsity X-rAy, ternyata salah, ternyata yang benar adalah Dual energy X-ray absorptiometry. Pemeriksaan ini berlangsung singkat, mungkin sekitar 15 menit dan hasilnya dapat diperoleh dalam waktu beberapa saat kemudian.
Hasilnya menunjukkan bahwa keadaan sedikit di bawah normal tapi untunglah belum sampai pada tahap osteoporosis. Dengan membawa hasil scan ini, kami kembali menemui dokter.
Sebelum konsultasi dimulai, dokter menuangkan milo untukku dan Retno, yang tampak sangat bersemangat menerimanya. Memang enak sekali minum panas-panas di ruangan dokter yang dingin itu.
Menurut dokter, keadaanku baik dalam arti tak ada penyebaran baru ke ginjal dan hati. Hasil tes darah menunjukkan ada sel darah putih yang sebelumnya ada di bawah garis merah, sekarang sudah normal dan secara umum semuanya baik. Kecuali tumor marker yaitu molekul dalam darah atau jaringan yang ada hubungannya dengan kanker sebagai pertanda untuk menentukan diagnosa. Ada dua antigen yang terkandung dalam sel kanker yang diukur melalui cara ini, yaitu CA 153 dan CEA. Terdapat penurunan CA 153, tetapi CEA meningkat sedikit, dari 18.2 menjadi 19.3. Meskipun demikian, dokter mengatakan kalau hal ini berarti obat bekerja dengan cukup baik.
Obat dianggap bekerja dengan baik kalau berhasil menyembuhkan atau mencegah penyakit berkembang ke arah yang lebih buruk. Kanker memang sulit disembuhkan, jadi apabila keadaan ‘stabil’, hal ini sudah dianggap bagus.
Yang tadinya membuat dokter khawatir adalah adanya gejala berupa tangan kanan kesemutan dan lemah serta persendian pergelangan tangan yang sakit jika pergelangan tangan diputar. Mungkin ini adalah arthritis atau rematik ringan. Tapi hal ini dapat juga diakibatkan oleh serangan kanker pada tulang belakang bagian atas. Hasil EMG (pemeriksaan dengan menggunakan setrum) menunjukkan ada iritasi pada beberapa bagian. Selanjutnya dilakukan MRI yang menunjukkan bahwa tulang belakang atas bersih dari sel kanker. (Baca cerita berjudul Kesemutan Membawaku ke RS Husada.)
Pada kasus yang sangat jarang ditemui (0.5 persen) gejala seperti tersebut di atas bisa terjadi kalau ada serangan kanker pada brachial plexus atau bagian sekitar ketiak. Jadi dokter menganjurkan agar aku melakukan pemeriksaan MRI untuk bagian itu. Pemeriksaan itu bisa dilakukan di Jakarta dan rencananya aku akan menjalaninya dalam waktu dekat di RS Dharmais saja yang dekat. Mudah-mudahan hasilnya negatif.
Dokter sangat berhati-hati dan teliti menganalisa, melihat berbagai kemungkinan yang bisa berakibat buruk. Mungkin idealnya memang begitu, apalagi karena penyakitku ini sudah mencapai stadium 4 walaupun aku merasa sehat-sehat. (Baca Stadium 4...?? So What..??). Kata dokter, kondisiku dikategorikan stadium 4 karena telah terjadi penyebaran dari payudara ke tempat lain, dalam hal ini tulang. Segala sesuatu harus ditangani dengan teliti dan cepat supaya jika terjadi penyebaran baru, dapat segera diatasi. Ah, semoga saja hal itu tak terjadi.
No comments:
Post a Comment