Thursday, December 22, 2011

Kidung pelipur lara




Aku menangis. Hiks hiks hiks.. Sediiih sekali rasanya. Sakiiit... Nyeriii... Nyut.. nyut.. nyut... di bagian dada /punggung kiri. Selain itu juga sakiiit hatiiii.. memikirkan bencana yang menimpaku ini.



Yach, pokoknya sedih deh. Berbagai upaya sudah dicoba tapi belum berhasil mengusir penyakit yang menjengkelkan ini.



Hiks hiks hiks… air mata kembali bercucuran.



Tuhan.. oh Tuhan… tolonglah aku…



Setelah menyebut nama Tuhan, aku merasa lebih tenang. Pelan-pelan aku mengatur nafas. Tarik nafas... lalu hembuskan pelan2. Lumayan... Rasanya enakan.



Lalu aku menyanyi.



Apaaa?? Menyanyi??? Pasti pada bingung dengernya.



Aku bukan biduan. Suaraku sama sekali nggak bisa dibandingkan dengan Syahrani yang belakangan banyak bikin orang sirik karena jambulnya, eh karena dia dapat kesempatan menyambut David Beckham. Tapi belakangan ini aku suka menyanyi untuk menghibur hati dan memuji Tuhan. Lagunya adalah lagu-lagu rohani lama, lagu sekolah Minggu dan lagu gereja.



Menyanyi ternyata bisa menghilangkan rasa sakit.



Ketika aku menjalani radiasi di RS Dharmais bulan Mei yll, aku juga sempat kesakitan karena harus berbaring di meja besi yang keras. Lalu aku menyanyi, lagu apa saja seingatnya. Mulai dari Halo-halo Bandung dan Ampar-ampar Pisang sampai Wave. Tapi aku menyanyi dalam hati. Komat kamit saja. Soalnya kalo kedengaran petugas, malu juga... hihihii....



Oh ya, ngomong2 soal pemeriksaan... hari Selasa, 13 Des 2011 yll aku menjalani pemeriksaan PET/CT Scan di RS Gading Pluit.



Hasilnya dikirim lewat kurir dan hari Sabtu sudah sampai di tanganku. Good news-nya tidak ada penyebaran di otak. Bad news-nya, ada penyebaran baru di tempat lain, seperti paru-paru dan tulang-tulang lain.



Untuk memastikannya, hasil PET/CT scan dibawa saudaraku ke RD Dharmais untuk ditunjukkan ke bu dokter.



”Nanti jam 17:30 kamu disuruh telepon ke dokternya,” kata saudaraku sepulang dari RS.



Jam 17:26 aku telepon bu dokter. Ia menyarankan bahwa aku harus menjalani kemoterapi selama 6x dengan jarak masing-masing 3 minggu.



Apa boleh buat. Kalau itu yang terbaik, mau nggak mau ya mesti dijalani. Seperti biasa, aku mau daftar untuk kelas 3. Tapi ternyata tidak bisa dilakukan segera.



”Tapi waiting list ya. Ada 30 orang yang juga mau kemo. Mungkin nanti bulan Januari baru bisa,” kata dokter.



Baiklah, dok. Sampai jumpa bulan depan.



Sementara itu aku terkadang masih bergumul antara meratapi nasib atau mensyukuri segalanya.



Kondisi badanku ini tak menentu, kadang2 rasanya enak, kadang serasa remuk redam. Nah, kalau lagi enak, aku tentu bersyukur atas banyak hal. Aku bersyukur, biarpun sakit, aku masih bisa bekerja. Untung bos baik hati, tidak keberatan ketika aku mengajukan jam kerja baru, dari jam 8-12 siang. Selain itu aku juga banyak mendapat dukungan saudara dan teman yang sudah seperti saudara. Juga ada dokter dan suster yang penuh perhatian.



Tapi kalau lagi pegel setengah mati atau lagi diserang rasa nyeri. Pinginnya ngomel dan marah2 atau nangis. Dalam kondisi seperti itulah aku merasakan betapa pentingnya kedekatan dengan Tuhan. Jadi .. dalam kondisi menderita, kita harus bersyukur karena hal itu membuat kita lebih dekat pada Tuhan. Lebih kuat, lebih tahan banting...