Untuk menghemat biaya, kami berangkat lewat Batam lalu menyeberang naik feri ke Singapura. Biaya fiskal ke luar negeri lewat pelabuhan udara adalah Rp 1 juta, tetapi kalau lewat pelabuhan laut, jumlah yang harus dibayar hanya setengahnya.
Kami naik pesawat Air Asia pada hari Jumat, 2 November 2007, dengan penerbangan pertama pukul 6:40 pagi dan dijadwalkan tiba di Batam jam 8:15. Ternyata pesawat terlambat 15 menit. Kami dijemput oleh Utik, teman lama yang pernah jadi wartawan Jakarta-Jakarta, dan Hardi, suaminya, yang segera membawa kita ke pelabuhan laut dengan mobil Kijangnya yang nyaman.
Perjalanan ke pelabuhan laut sekitar 20 menit. Sayang sekali, kami tak dapat mengejar feri ekspres yang konon bisa tiba di Singapura dalam waktu 30 menit. Kami pun akhirnya naik kapal Batam Fast yang berangkat pukul 9:30 dengan tiket seharga S$17 dan pajak S$3.
Kami tiba di Harbour Front, Singapura tepat 1 jam kemudian dan langsung antre untuk melewati pemeriksaan imigrasi. Antrean cukup panjang dan melingkar-lingkar seperti ular. Meskipun ada 8 petugas imigrasi yang melayani dengan cepat, kami harus menunggu lebih dari 15 menit sebelum mendapatkan giliran.
Beberapa saat kemudian urusan imigrasi selesai dan kami mencari taksi untuk menuju rumah sakit.
“Could your take us to National University Hospital?” kataku dengan penekanan pada hospital-nya. Sengaja aku sebut lengkap nama rumah sakit itu supaya jelas.
“Oh, NUH,” jawab pak sopir yang ramah itu.
Rupanya memang rumah sakit itu dikenal dengan NUH, jarang orang mengucapkan kepanjangannya. Sama seperti RSCM di Jakarta, kata Retno. Kalau kita akan naik taksi ke sana, kita cukup menyebut RSCM, dan justru terasa aneh kalau kita menyebutnya dengan lengkap Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Atau kalau kita ingin ke Bunderan HI, kita tak pernah menyebut Hotel Indonesia, tapi cukup HI saja (meskipun Hotel Indonesia sudah tak ada lagi di sana).
Jarak dari Harbour Front ke NUH tidak jauh dan dapat ditempuh dalam waktu sekitar 15 menit dengan ongkos S$5.80.
Jadwal perjanjian dengan dokter adalah pukul 14:00 siang, tetapi ada tes darah pukul 11:00. Kami tiba di NUH beberapa menit setelah pukul 12. Ah, tidak enak datang terlambat (apalagi orang Indonesia terkenal dengan jam karetnya). Untung hal itu tak dipermasalahkan dan pelayanan di NUH terus berjalan meskipun saat makan siang. Padahal tadinya kami sempat sedikit khawatir kalau-kalau tak ada pelayanan pada jam makan siang. Maklumlah, hal itu seringkali terjadi di Indonesia, terutama pada instansi pemerintah.
Tentu saja kekhawatiran itu tak beralasan karena NUH adalah rumah sakit pemerintah Singapura. Pelayanannya sangat baik dan profesional. Andai saja rumah sakit di Indonesia bisa seperti itu… Ah.. mimpi…
No comments:
Post a Comment