Tuesday, January 6, 2009

Cape Berobat

Siapa suka disuntik? Pasti tak ada. Aku juga bosan disuntik tiap bulan. Maka suatu ketika aku berkata pada bu dokter di NUH : “I am tired of all of this treatment.”
Ia terkesiap dan memandangku dengan penuh simpati.
“I am sorry. You may take a break for the Zometa infusion this month, but for the Zoladex, you have to do it once every four weeks,” begitu ia wanti-wanti (apa bahasa Indonesianya wanti-wanti?) di awal November 2008.
Zoladex itu diperlukan untuk memblokade produksi hormon estrogen yang dapat memicu terbentuknya sel-sel kanker. Sedangkan Zometa diperlukan untuk menguatkan tulang. Soalnya sudah ada sel-sel kanker yang bercokol di beberapa bagian tulangku.
Meskipun bu dokter memberiku libur infus Zometa, aku belum menggunakannya karena takut juga menanggung resiko.
Akhir tahun 2008, jadwal suntik Zoladex dan infus Zometa seharusnya jatuh pada hari Sabtu, tanggal 27 Desember, tapi tertunda karena aku masih di luar kota. Begitu kembali ke Jakarta tanggal 31 Desember, segera aku ke tempat dokter Win untuk suntik Zoladex.
Secara kebetulan terpaksa aku absen infus Zometa karena suster yang biasa menusukkan jarum infus terkena demam berdarah. Dokter Win yang baik hati mengusulkan agar aku menjalani infus di RSPAD, tapi aku memilih libur saja… :)
Obat yang sudah dibeli aku simpan di kulkas untuk digunakan nanti.
Ngomong-ngomong soal obat. Aku teringat bahwa sekarang Zometa dan Zoladex sudah tersedia di YKI, seperti yang disampaikan oleh seorang pembaca blog ini. Tahun 2007 aku pernah ingin membeli Aromasin di YKI, tapi tidak ada. Waktu itu Zometa dan Zoladex juga tak tersedia.
Kemarin aku telepon ke YKI (021-31927464) dan memang betul obat-obat itu ada di sana. Mengenai harganya, jauh lebih murah dibandingkan dengan RS dan apotik pada umumnya. Yang membuatku heran, harga Zometa lebih mahal Rp 2.000 dibandingkan dengan Apotik Prima langgananku. Untuk Femara, satu dos isi 30 tablet harganya Rp 1.719.000 (di Apotik Prima Rp 1.765.000) sedangkan Zoladex dosis 3.6 ml “hanya” Rp 1.246.700 (di Apotik Prima Rp 1.420.000 dan di RS Dharmais Rp 1.506.000).
Syarat untuk membeli obat di YKI adalah menunjukkan kartu RS serta resep dokter. Tetapi ketika aku sebagai pasien RS Dharmais ingin membeli obat di sana, aku diminta membawa surat rekomendasi dari RS tsb yang menyatakan bahwa pasien tidak mampu.
Sekarang ini, kalau aku membeli obat di YKI, aku bisa menghemat sekitar Rp 216.000 per bulan. Tapi aku ragu apakah YKI mau menerima resep dari dokter di NUH? Jika tidak, maka aku harus ke dokter di Dharmais atau MMC (tempat di mana dulu aku menjalani operasi mastektomi) untuk mendapatkan resep. Untuk itu aku harus membayar biaya konsultasi dokter plus administrasi dan antre berjam-jam. Jadi kalau dihitung-hitung, ya sama saja.
Cancer sucks. Dasar kanker, betul-betul bikin kantong kering. Huh!
Biaya pengobatan memang besar sehingga kita harus kerja keras dan tak dapat mengandalkan gaji bulanan saja. Tapi bisa saja datang rejeki, entah dari mana. Believe it or not, miracle happens. Thank you God.

6 comments:

Elyani said...

Sima, jangan bosan berobat ya ... memang sebal ya tiap bulan harus menyisihkan dana untuk suntik ini dan itu. Pernah dengar terapi ceragem gak? kata teman yg sering terapi disana, kalau datang ke centre gratis. Cuma ngantrinya lama banget. Ceragem adalah ranjang batu giok yang merupakan terapi berpusat pada tulang belakang. Metode yg digunakan adalah batu giok dipanaskan pada beberapa titik tulang belakang. Kadang juga dipindahkan ke perut. Kata yg pernah terapi sih enak...membuat badan terasa menjadi lebih segar. Info lebih lanjut google saja di rumah ceragem. Aku sendiri belum pernah nyobain.

Pucca said...

sama sim, gua juga kadang bosen ke dokter mulu. tapi lu pasti lebih bosen ya.. yang sabar ya sima :)
nanti gua coba telpon ke YKI, thanks ya :D

T Sima Gunawan said...

hi Ely, Pucca,
trims yach. memang kadang2 bosan, tapi selagi masih bisa, mesti dijalanin juga...
soal pengobatan alternatif itu, kayaknya cocok2an dan perlu sugesti.

Anonymous said...

Kalau bosan suntik Zoladex-nya nggak bisa dikompromi lagi, mungkin Sima bisa pertimbangkan untuk angkat ovarium. Biar nggak ada lagi pabrik estrogennya. Sebuah keputusan yang sangat berat, tentunya...

T Sima Gunawan said...

Titah, aku baru dengar tuh. oh begitu rupanya... trims infonya... Memang bosan, tapi sementara ini ya wis dijalani aja.

Anonymous said...

Mbak Sima, tetep semangat ya, Mbak.