Beberapa waktu ini kadang-kadang timbul rasa sakit dan pegal-pegal di tubuhku. Tak jelas mengapa. Sebetulnya tidak terlalu sakit, hanya saja ya lebih enak kalau tak sakit dong.
Bulan lalu aku sempat sakit di bagian kanan tubuh. Pada saat tidur, aku harus berhati-hati kalau ingin membalikkan badan ke kanan karena bagian tertentu akan terasa sakit jika tergesek kasur. Rasa sakit itu hilang setelah beberapa hari dengan sendirinya.
Pertengahan bulan ini rasa sakit muncul lagi. Kali ini di bagian panggul kiri. Bahkan kalau aku bersin, rasa sakit pun menyengat. Aktivitas masih berlangsung biasa meskipun kalau naik turun tangga, aku harus lebih waspada. Setelah lima hari, sakitnya berkurang, tetapi belum hilang 100 %. Ada satu titik di panggul kiri yang terasa sakit kalau ditekan.
Bu dokter di NUH menduga bahwa ini disebabkan oleh si kanker busuk yang bercokol di tulangku. Menurut hasil bone scan yang dilakukan di RS Dharmais minggu lalu, dari sekian banyak spot yang terkena kanker, panggul kiri yang tampaknya paling “hitam” (artinya yang paling buruk).
Bu dokter tampak khawatir dan menawarkan koyok .. benar .. koyok dan painkiller semacam panadol. Tapi aku hanya menerima koyok dan menolak minum pain killer.
Meskipun sedikit sakit, aktivitasku tak terganggu. Bahkan ketika aku harus mengejar waktu agar tak terlambat menjalani pemeriksaan di NUH dan tak ketinggalan pesawat ketika kembali ke Jakarta.
Hari Jumat, 23 Januari 2009, dari Jakarta aku langsung ke Singapura. Begitu sampai di Terminal 1 Changi, aku naik Sky Train ke Terminal 2. Berbekal peta MRT yang sudah kutandai, dengan mantap aku melanjutkan perjalanan dengan MRT. Aku turun di Buena Vista dan segera menyeberang jalan. Dari sana aku akan naik shuttle bus menuju ke NUH.
Tapi mana shuttle bus-nya? Malu bertanya sesat di jalan. Maka aku bertanya kepada seorang lelaki yang sedang menunggu bis. Ia menganjurkan agar aku kembali ke seberang. Lumayan juga harus naik turun tangga penyeberangan. Di tanggal ada dua cewe dan satu cowo yang duduk-duduk sambil tertawa keras-keras. Nggak sopan, pikirku. Waktu salah satu cewe berteriak-teriak, aku tersentak. Oh rupanya orang Indonesia… Dasar...
Sampai di seberang jalan, aku sudah ngos-ngosan, tapi shuttle bus tetap tak ada, padahal tadi dalam perjalanan aku sudah melihat gedungnya. Berarti tempatnya tak jauh dari situ. Aku lalu menghubungi NUH.
“The shuttle bus doesn’t stop there. You should take the MRT and get off at the next stop,” kata si mbak penerima telepon.
Ya ampun… Bodohnya aku ini. Ya sudah aku naik taksi saja. Tapi kenapa taksi tak mau berhenti?
“Coba jalan ke sanaan dikit,” seorang perempuan muda menjawab ketika kutanya.
Setelah mengucapkan terima kasih, aku bergegas ke arah yang ditunjuk. Eh, mengapa si mbak itu mengejarku.
“The yellow bag over there, is that yours?” katanya.
Lagi-lagi ya ampun… Kantong kuning berisi hasil bone scan rupanya tertinggal di halte bis.
Akhirnya aku tiba di NUH dengan bercucuran keringat, meskipun taksinya ber-AC. Aku terlambat datang dan para petugas yang menjalankan tes BMD sudah pergi makan siang, tapi tak apa. Pemeriksaan dapat dilakukan kemudian.
Pulang dari Singapura, aku juga harus berlari-lari di airport padahal kami tiba di sana pagi-pagi sebelum check in counter buka.
Meskipun aku datang dari Jakarta sendirian, pulangnya bertiga, bersama teman dari Melbourne yang transit di Singapore sebelum menuju Jakarta.
Karena asyik melihat-lihat, kita sampai lupa waktu.
“Last call,” temanku berseru ketika ia melihat papan informasi.
Waktu menunjukkan sekitar pukul 13:00 sedangkan pesawat Value Air berangkat pukul 13:35.
Segera kami bergegas menuju gerbang pemberangkatan. Ternyata jaraknya jauuuuhh sekali.
“Gate closing. Hah… Gate closing,” temanku berteriak sambil melihat papan informasi. Kamipun berlari-lari. Tapi aku tak tahan. Baru lari sebentar sudah terengah-engah, jadi aku berjalan cepat saja.
Sampai di gerbang keberangkatan, ternyata pintu masih terbuka. Ada antrean panjang penumpang yang hendak naik pesawat yang sama. Lega deh.
Dan yang lebih menggembirakan, pinggulku tak sakit meskipun dibawa berlari dan koyok tak sempat aku pakai. Mungkin sakit justru hilang karena banyak bergerak. Memang olah raga itu perlu.