Tuesday, March 11, 2008

Mysterious Red Spots

Kalau ada judul film Mendadak Dangdut, maka yang aku alami adalah Mendadak Berbintik-bintik Merah.
Kaget. Itu reaksi pertama waktu aku menemukan ada bintik-bintik merah di bagian dada dan punggung sekitar pukul 15:00 pada hari Sabtu lalu (15 Maret 2008). Padahal aku nggak merasa makan sesuatu yang “aneh-aneh” yang bisa menyebabkan alergi. Tapi itu jelas bukan demam berdarah yang tahun lalu menelan korban 1.380 orang di seantero nusantara karena suhu badanku normal.
Pukul 7 malam, bintik-bintik bukannya berkurang tapi malah menjalar ke paha dan lipatan tangan. Lha gimana mau berkurang, wong nggak aku apa-apain. Mulai agak panik. Yach, kalau besok tambah parah, mau nggak mau mesti ke dokter.
“Minum air putih banyak-banyak,” saran temanku Lia lewat SMS. "Juga susu," ia menambahkan.
Betul, memang air putih dan susu bagus, bisa menghilangkan racun. Maka aku segera minum air putih 3 gelas, sampai perut rasanya begah. Lalu aku ingat ada segepok sereh yang tergantung di dapur. Rencananya tiap hari mau rajin minum air sereh seperti anjuran sebuah artikel pemberian Linda, copy editor di kantor, yang menyebutkan bahwa minum air sereh setiap hari bisa melawan kanker. Dulu sempat rajin, tapi setelah beberapa waktu, lalu malas. Sereh yang sudah berumur seminggu itu segera aku rebus dengan dicampur sedikit jahe dan gula merah. Enak loh, segar…
Setelah itu badan aku gosok dengan minyak kayu putih yang labelnya berbunyi: Minyak Kayu Putih Keluaran Pulau Buru Ambon Cap Kasuari. Sebotol minyak kayu putih ukuran lumayan besar itu aku beli seharga Rp 20 ribu dari abang-abang yang menawarkannya door-to-door beberapa tahun silam. Selain itu aku juga memakai bedak (bukan bedak BB loh…..).
Malamnya sebelum tidur, aku minum susu dan melakukan ritual penyembuhan diri sendiri (self-healing) dengan reiki yang baru aku pelajari.
Waktu bangun, bintik-bintik merah sudah jauh berkurang, hanya tampak samar-samar, sehingga ketika siang itu aku bisa latihan di gymn dengan tenang. Kemarin bintik-bintik itu sudah hilang sama sekali.
Mungkin binti-bintik itu adalah biang keringat karena pada hari Jumat aku banyak mengeluarkan keringat saat berolah raga di gymn. Ketika itu aku ikut latihan semacam yoga yang nama kerennya “hot flow” karena diadakan dalam ruangan tertutup dengan suhu 37 derajad Celcius.
Menurut informasi, penyakit ini biasanya menyerang anak-anak, disebabkan oleh tersumbatnya kelenjar keringat. Keringat yang keluar saat cuaca panas berkumpul di bawah kulit sehingga mengakibatkan munculnya bintil-bintil merah yang terasa gatal.
Kalau hanya biang keringat, memang tak perlu kuatir.Bedak saja juga cukup untuk mengatasinya. Apalagi kalau ditambah dengan yang lain-lain, termasuk reiki. Apakah reiki turut turut andil dalam penyembuhannya yang sangat singkat itu? I hope so.

4 comments:

Elyani said...

Mbak Sima, syukurlah si red-dot nakal sudah menghilang. Mau tanya nih ... apakah sejak divonis kanker, mbak pernah mengalami depresi, self-denial dan merasa diberi cobaan yg begitu berat dari yang di atas sana? Atau mbak Sima bersikap biasa, tenang dan malah tertantang untuk menaklukkan penyakit mbak?

Terus terang saya agak khawatir dengan teman saya yg terkena kanker ovarium itu. Sebagai teman saya tidak bosan2nya menyemangati dia, mengirimkan resep sehat bagi penderita kanker, mencari tau tentang penyakit ini, membaca pengalaman orang lain lewat milis dari luar yg bertebaran di internet. Tapi kok teman saya malah bersikap pasrah, dan keukeuh dengan tawakal dan berserah penyakitnya mungkin saja bisa sembuh.

Dia adalah wanita yg soleh dan taat beribadah. Sholatnya tidak pernah bolong kecuali pada saat mens. Sedangkan saya ke gereja kalau moodnya lagi kepingin. Secara spiritual saya kalah jauh. Namun saya berharap dia tidak menyerah dan mengharapkan ada mukjijat turun dari atas kalau dianya sendiri tidak berusaha. Bagaimana ini ya mbak...masalah adenomyosis saya yg gak seberapa saja susah saya taklukkan, apalagi kanker?

Apa yg harus saya lakukan supaya teman saya mau bangkit dan tidak menyerah begitu saja?

T Sima Gunawan said...

Hi Ely,
sama seperti teman itu, aku jg pasrah kok.
tp memang perlu usaha. misalnya orang tua kasih kita kue, tp kuenya ada di lemari, ya kita kan harus jalan menuju ke lemari lalu membukanya. kalau kita duduk manis, diam2 menunggu kue datang menghampiri kita... ya apa bisa, kecuali kalau kuenya punya sayap...

Elyani said...

Betul sekali mbak. Barusan kami ngobrol lama di telepon. Saya menanyakan bagaimana hasil pertemuan dia dengan SPOG Onk. nya yg galak dan pelit info itu? Ternyata kunjungan kesana malah bikin dia stress. Dokternya gak peduli kalau dia gak mau kemo tetapi tidak menerangkan resiko apa yg akan dia hadapi kedepan dari penyakitnya ini. Lalu teman saya ini berkesimpulan bahwa dia hanya kena tumor seperti yg ditulis oleh dokter. Ketika saya tanyakan tumor jinak atau ganas, dia bilang ganas. Lalu saya jelaskan tumor ganas kata lain-nya adalah kanker. Namun menurut dia bukan, ya tumor aja!

Lagi2 sifat kaypoh (istilah orang S'pore) saya keluar. Karena dia di Bandung dan belum mau balik kerja sampai akhir bulan nanti (artinya dia cuti 45 hari terhitung dari bulan lalu). Saya carikan dua nama SPOG, Onk. yg ada di Bandung. Satu di RS swasta, satu lagi di RS pemerintah Hasan Sadikin. Nama dokter, telp, dan jadwal praktek sudah saya sms. Intinya silahkan cari second atau third opinion kalau gak sreg sama dokternya sendiri. Dia cuma menjawab pendek..."makasih ya El..." ...entah dia bakal menemui onkologist lain atau tidak, saya tidak tau.

Apakah saya berlebihan? sebaiknya gak usah ikut campur karena ini urusan orang lain atau bagaimana? Karena dia rekan kerja, saya cuma kuatir suatu hari kalau suatu hari tiba2 timbul masalah lain dari penyakitnya sekarang pada saat kami sedang bekerja atau pergi keluar...jangan2 saya yg disalahkan. Kalau dicuekkin..katanya gak ada perhatian sama kawan. Enakan ngurus meong/gukguk saya. Kalau sakit saya yg bantu sembuhkan mereka dan mereka ya nurut aja.

T Sima Gunawan said...

Hi Ely,
Dukungan dokter itu penting sekali buat pasien, apalagi kalau sakitnya cukup berat.semoga teman itu menemukan dokter yg cocok, yg bisa memberi informasi dengan sabar dan benar.
Teman memang sebaiknya membantu dan mendukung, kalau dia cuek, mungkin karena dia sendiri juga bingung dan sulit mengambil keputusan.