Hari Jumat tgl. 1 Februari 2008 adalah jadwalku kembali bertemu dengan bu dokter di NUH. Dan kembali Retno berbaik hati menemani. Lagi2 kita akan naik pesawat Air Asia, berangkat pukul 6:40 pagi dan dijadwalkan tiba di Batam jam 8:15. Harta tiket Jkt-Batam PP sekitar Rp 550.000.
.
Sambil menunggu saat boarding, kita mampir di Restaurant Soka. Retno pesan nasi soto dan secangkir teh manis (cangkirnya mini banget, tingginya paling hanya 5 cm). Aku pilih nasi rames yang terdiri dari nasi putih, sayur labu siam, sayur buncis dan sesendok mi goreng, dan teh tawar.
Waktu membayar, gedubrakk....! Rinciannya:
2 Nasi putih = 2x Rp 6 ribu
Sayur labu siam = Rp 7.500
Sayur buncis = Rp 7.500
Mi goreng = Rp 10 ribu
2 Teh = 2x Rp 7.500
Soto = Rp 26.000
Ternyata sayur satu porsi atau satu sendok, dihitung sama. Mie satu piring dan satu sendok, juga sama hitungannya. Sebagai perbandingan, harga nasi kuning komplit dengan lauk, incl. rendang, di Air Asia = Rp 18 ribu.
Rasanya bagaimana? Kata Retno, sotonya lumayan enak. Tapi nasi ramesnya nggak enak babar blas. Sayur dan mie-nya dingin.
Eh.. kok malah ngomongin makanan ya…
Ya wis, singkat cerita. Kita berangkat tepat waktu. Saat itu hujan gerimis, tapi nggak jadi halangan. Dan kita tiba di Batam dengan selamat.
Ternyata…. para pemirsa… nggak lama setelah itu Jakarta banjir dan Bandara Soekarno-Hatta ditutup selama 5 jam, dan 200 penerbangan ditunda/ dibatalkan.
.
Oh ya, kita menginap semalam di Batam, di tempat Utiek dan Hardi yang menyambut kita dengan ramah. Jadi, hari Jumat itu setelah selesai berkonsultasi dengan dokter di NUH, kita ke pelabuhan Harbor Front untuk kembali menuju Batam. Lewa, kawan lama yg sekarang bermukim di Singapur, ikut mengantar sampai pelabuhan dan sempat traktir kita minum.
Saking asyiknya ngobrol, sampai lupa waktu. Begitu sadar, kita tergopoh-gopoh menuju tempat pemberangkatan. Wahh, ternyata ada antrean panjang di imigrasi. Deg2an, takut ketinggalan kapal. Untung… akhirnya selesai…. dan kitapun terbirit-birit naik kapal. Begitu masuk kapal, lega sekali rasanya. Tapi kita bingung…. kok kapalnya jelek banget. Nggak seperti yang kita naiki waktu berangkat dari Batam. Padahal kapalnya sama2 Batam Fast. Waktu berangkat, kita duduk di cabin yang nyaman, ber AC, ada TV. Kali ini tempatnya terbuka, hanya ada tirai plastik sebagai ganti jendela kaca. Lalu di sekitar kita banyak yang merokok.
Tapi, ya sudahlah… Yang penting kita nggak ketinggalan kapal.
Belakangan, kita baru sadar kalau kita salah masuk ke cabin perokok! Ya ampuunn… nalar kita waktu itu bener2 nggak jalan… gara2 kita udah stress duluan takut kapalnya udah berangkat.
Pokoknya kita selamat… Dan setelah menempuh perjalanan 1 jam 15 menit, akhirnya kita sampai di Batam.
.
Eh, Hardi ternyata jago nyanyi. Dia ikut menyumbang lagu dengan gayanya yang nggak kalah dengan Samson atau Niji… Hehhee..
Selain pintar nyanyi, Hardi juga pandai main gitar dan piano. Bakat musik ini menurun ke anaknya, Tika. ABG ini selain suka main piano juga jago ngedrum, sempat masuk final lomba ngedrum di Batam dan sebetnar lagi akan ikut seleksi tingkat nasional. Semoga sukses ya… Keesokan harinya jalan2 ke Pulau Galang, pulau ex-penampungam manusia perahu dari Vietnam. (Aku pernah ngelamar ngajar bahasa Inggris di Galang, tapi giliran diterima, malahan akunya yg nggak siap ninggalin kerjaan di Jakarta).
Tadinya terbayang, ke Pulau Galang mesti naik kapal. Ternyata nggak, ada jalan yang bagus dan mulus, dan jembatan ala Golden Gate di San Francisco. Maka kitapun berpose di sana, seperti dalam foto ini (dari kiri ke kanan: Hardi, Retno, Utiek, Tika)
Dari Galang sebetulnya Retno pingin makan sea food, tapi waktunya nggak keburu. Jadi kita hanya makan soto di RM Ayam Penyet.
.
Kita sampai di Jakarta pukul berapa yach.. lupa persisnya, tapi sekitar jam 10:15. Keadaan Jakarta waktu itu belum pulih akibat banjir. Jalan tol masih tertutup. Lalu lintas dialihkan lewat belakang. Taxi Blue Bird susah didapat, antriannya panjang… Akhirnya kita sepakat naik bis Damri yang ternyata sengaja disediakan untuk mengangkut penumpang yang terlantar (kalau nggak salah, biasanya jam segitu sudah nggak ada bis).
Enak juga kita numpang istirahat sebentar. Sempet makan sepotong ayam dan nasi hangat. Tempatnya ramai, banyak anak nongkrong. Di sudut, ada seorang ibu berpakaian lusuh dan anaknya yang masih kecil. Keduanya tertidur di kursi. Tak ada yang mengusik mereka.
Habis makan, kita keluar. Setelah menunggu sekian lama, ada bajaj lewat. Retno naik bajaj ke rumahnya yang cukup dekat jaraknya. Dalam waktu tak terlalu lama, ada taxi Blue Bird lewat. Jam 3 pagi aku sampai di rumah. Ah….senangnya.. Home sweet home…
4 comments:
panjang juga ceritanya..lama di jalan.. :)
yg di dokter kok cuman sekilas :)
salam
hi Dani..
trims yach..
dari dokter, intinya hasil tes darah kurang bagus, jadi mesti bone scan dan CT scan.
kemarin (26 Feb) ketemu dokternya lagi. nanti ya.. aku tulis..
Mbak Sima, seneng baca critanya :)Duuh, perjalanan mencapai home sweet home kayaknya panjang & melelahkan banget ya - you poor thing. Ditunggu crita2 selanjutnya...
PS: Kemarennya aku ke Jkt tapi gak ketemuan siapa2. Next time ya :)
hi Yik...
aku jg senang km mampir... :)
ps. kemarin ke jkt kok ga ketemu siapa2... apa ketemu siapi2... bener ya next time... :)
Post a Comment