Friday, February 15, 2008
CT Scan Dubur a.k.a. Peran Dubur Dalam CT Scan
Ah, yang bener aja…. Mana ada CT Scan dubur ?
.
Ga tau ya, aku juga belum pernah dengar. Agak mengada-ada memang judulnya. Tapi bener loh, dubur punya peran penting dalam CT Scan. Kok bisa? Ya bisa. Tanpa dubur, CT Scan tak bisa berjalan, paling tidak, di RS Pluit (yang ternyata satu group dengan RS Gading Pluit).
.
Hari Sabtu, tgl. 9 Februari 2008, aku menuju ke bagian radiologi dan disambut oleh petugas berseragam merah yang cakep dan ramah. Tak seperti petugas RS Husada yang melayaniku dengan judes sehingga mukanya yang jelek kelihatan tambah jelek. Ketika itu sekitar bulan September atau Oktober 2007, aku periksa EMG gara-gara tangan kanan kesemutan dan terasa lemah. Bu Dokter kuatir kalau hal itu ada hubungannya dengan kanker. Untunglah, setelah di EMG dan MRI 2x, ternyata syaraf tulang belakang dan leher masih bebas dari serangan kanker. .
Anyway…busway... Sebelum menjalani CT Scan 64-slice ini, aku harus bayar lunas dulu ongkosnya. Sebelum EMG dan MRI di RS Husada, aku juga harus bayar dulu. Apalagi di Dharmais, jangan harap bisa konsultasi dengan dokter apalagi mendapat layanan CT Scan, bone scan dll kalau belum membayar lunas.
.
Sudah maklumlah... Jadi ya bayar saja. Yang bikin senang, ternyata biaya bisa ditekan (walaupun sebetulnya biaya itu tetap saja tinggi!) karena aku menjalani CT Scan dengan kontras sekaligus untuk thorax dan abdomen. Jadi, "hanya" membayar Rp 4 juta lebih (pada waktu aku telepon menanyakan harga, petugas mengatakan ongkosnya >Rp 5 juta). Plus Rp 40 ribu untuk pemeriksaan darah.
.
Rupanya obat kontras itu yang mahal (> Rp 1 juta). Kontras ini diperlukan agar jaringan-jaringan bagian tubuh tampak lebih jelas saat di scan.
.
Tahun lalu aku sudah pernah CT Scan 2x, di RS Dharmais dan di Radlink. Prosedurnya kurang lebih sama. Mereka memberi aku sebotol obat kontras yang harus dihabiskan selama beberapa kali minum dalam waktu sekitar 1 jam – 2 jam. Selain itu, sebelum CT scan, obat juga disuntikkan melalui urat nadi.
.
Di RS Pluit, setelah aku minum obat kontras 2 cangkir dengan selang waktu beberapa saat (lupa, mungkin 15 atau 30 menit), aku disuntik. Karena urat nadiku halus, suster tak berhasil memasukkan obat sehingga jarum yg sudah masuk harus dicabut kembali. Lumayan sakit. Suster yang lain dipanggil dan setelah berusaha keras, akhirnya obat berhasil dimasukkan melalui urat nadi.
.
Beberapa waktu kemudian, suster berkata kalau aku harus bersiap-siap menerima masukan obat lagi, kali ini melalui dubur.
.
Hah? Aku kaget setengah mati. Di Dharmais dan di Radlink tak ada prosedur prosedur seperti itu. Tapi, apa mau dikata… Ya sudahlah, pasrah saja. Obatpun dimasukkan melalui selang. Hal ini dilakukan supaya obat cepat bereaksi.
.
“Kalau ingin buang air atau mules ditahan ya,” kata suster.
.
Beneran loh, tak lama setelah obat masuk, perut agak mules. Selain itu obat juga terasa hangat.
Setelah itu, proses scan segera dimulai. Tak lama, mungkin hanya 10 menit. Tubuh dimasukkan ke dalam mesin, kemudian di scan berulang-ulang. Saat di scan kita harus menahan nafas beberapa detik.
.
“Kok cepet?” komentar Upiet yang menemaniku ke RS.
.
Ia mengantar dan sekaligus menjalani pemeriksaan mamografi. Biayanya (kalau ga salah ingat) Rp 275 ribu. Agak sakit karena dalam pemeriksaan itu salah satu payudaranya sedikit tergencet mesin.
.
Sakit sedikit saat pemeriksaan mamografi untuk deteksi dini kanker payudara tak ada artinya dibandingkan dengan manfaatnya.
.
“Aku nggak nyesel kok karena pemeriksaan ini memang penting,” katanya. Dan ia pun tersenyum. Lega karena hasilnya negatif.
.
Sementara hasil CT Scan aku baru bisa diambil sore hari jam 5. Waktu itu masih sekitar jam 11:30, sedangkan kami tiba di sana jam 9 kurang.
.
Hari Senin aku baru mengambil hasilnya. Good news and bad news. Bagusnya, tak ada penyebaran ke hati dan paru-paru. Jeleknya, ada pembengkakan kelenjar getah bening, kista dan myom.Belum dapat dipastikan apakah itu semua sangat berbahaya atau sedikit berbahaya, atau tak terlalu berbahaya.
.
Aku sempat ngobrol dengan Dr. Hadi Gunawan ahli radiologi yang ramah. Ia tak tampak khawatir dengan kista dan myom, tapi perlu perhatian khusus pada pembengkakan kelenjar getah bening.
.
Selain itu, juga terdeteksi beberapa bagian pada tulang yang terkena kanker, seperti pada hasil pemeriksaan sebelumnya. Untuk jelasnya, perlu dilakukan bone scan, yang akan kujalani hari Sabtu besok di RS Dharmais.
.
Ga tau ya, aku juga belum pernah dengar. Agak mengada-ada memang judulnya. Tapi bener loh, dubur punya peran penting dalam CT Scan. Kok bisa? Ya bisa. Tanpa dubur, CT Scan tak bisa berjalan, paling tidak, di RS Pluit (yang ternyata satu group dengan RS Gading Pluit).
.
Hari Sabtu, tgl. 9 Februari 2008, aku menuju ke bagian radiologi dan disambut oleh petugas berseragam merah yang cakep dan ramah. Tak seperti petugas RS Husada yang melayaniku dengan judes sehingga mukanya yang jelek kelihatan tambah jelek. Ketika itu sekitar bulan September atau Oktober 2007, aku periksa EMG gara-gara tangan kanan kesemutan dan terasa lemah. Bu Dokter kuatir kalau hal itu ada hubungannya dengan kanker. Untunglah, setelah di EMG dan MRI 2x, ternyata syaraf tulang belakang dan leher masih bebas dari serangan kanker. .
Anyway…busway... Sebelum menjalani CT Scan 64-slice ini, aku harus bayar lunas dulu ongkosnya. Sebelum EMG dan MRI di RS Husada, aku juga harus bayar dulu. Apalagi di Dharmais, jangan harap bisa konsultasi dengan dokter apalagi mendapat layanan CT Scan, bone scan dll kalau belum membayar lunas.
.
Sudah maklumlah... Jadi ya bayar saja. Yang bikin senang, ternyata biaya bisa ditekan (walaupun sebetulnya biaya itu tetap saja tinggi!) karena aku menjalani CT Scan dengan kontras sekaligus untuk thorax dan abdomen. Jadi, "hanya" membayar Rp 4 juta lebih (pada waktu aku telepon menanyakan harga, petugas mengatakan ongkosnya >Rp 5 juta). Plus Rp 40 ribu untuk pemeriksaan darah.
.
Rupanya obat kontras itu yang mahal (> Rp 1 juta). Kontras ini diperlukan agar jaringan-jaringan bagian tubuh tampak lebih jelas saat di scan.
.
Tahun lalu aku sudah pernah CT Scan 2x, di RS Dharmais dan di Radlink. Prosedurnya kurang lebih sama. Mereka memberi aku sebotol obat kontras yang harus dihabiskan selama beberapa kali minum dalam waktu sekitar 1 jam – 2 jam. Selain itu, sebelum CT scan, obat juga disuntikkan melalui urat nadi.
.
Di RS Pluit, setelah aku minum obat kontras 2 cangkir dengan selang waktu beberapa saat (lupa, mungkin 15 atau 30 menit), aku disuntik. Karena urat nadiku halus, suster tak berhasil memasukkan obat sehingga jarum yg sudah masuk harus dicabut kembali. Lumayan sakit. Suster yang lain dipanggil dan setelah berusaha keras, akhirnya obat berhasil dimasukkan melalui urat nadi.
.
Beberapa waktu kemudian, suster berkata kalau aku harus bersiap-siap menerima masukan obat lagi, kali ini melalui dubur.
.
Hah? Aku kaget setengah mati. Di Dharmais dan di Radlink tak ada prosedur prosedur seperti itu. Tapi, apa mau dikata… Ya sudahlah, pasrah saja. Obatpun dimasukkan melalui selang. Hal ini dilakukan supaya obat cepat bereaksi.
.
“Kalau ingin buang air atau mules ditahan ya,” kata suster.
.
Beneran loh, tak lama setelah obat masuk, perut agak mules. Selain itu obat juga terasa hangat.
Setelah itu, proses scan segera dimulai. Tak lama, mungkin hanya 10 menit. Tubuh dimasukkan ke dalam mesin, kemudian di scan berulang-ulang. Saat di scan kita harus menahan nafas beberapa detik.
.
“Kok cepet?” komentar Upiet yang menemaniku ke RS.
.
Ia mengantar dan sekaligus menjalani pemeriksaan mamografi. Biayanya (kalau ga salah ingat) Rp 275 ribu. Agak sakit karena dalam pemeriksaan itu salah satu payudaranya sedikit tergencet mesin.
.
Sakit sedikit saat pemeriksaan mamografi untuk deteksi dini kanker payudara tak ada artinya dibandingkan dengan manfaatnya.
.
“Aku nggak nyesel kok karena pemeriksaan ini memang penting,” katanya. Dan ia pun tersenyum. Lega karena hasilnya negatif.
.
Sementara hasil CT Scan aku baru bisa diambil sore hari jam 5. Waktu itu masih sekitar jam 11:30, sedangkan kami tiba di sana jam 9 kurang.
.
Hari Senin aku baru mengambil hasilnya. Good news and bad news. Bagusnya, tak ada penyebaran ke hati dan paru-paru. Jeleknya, ada pembengkakan kelenjar getah bening, kista dan myom.Belum dapat dipastikan apakah itu semua sangat berbahaya atau sedikit berbahaya, atau tak terlalu berbahaya.
.
Aku sempat ngobrol dengan Dr. Hadi Gunawan ahli radiologi yang ramah. Ia tak tampak khawatir dengan kista dan myom, tapi perlu perhatian khusus pada pembengkakan kelenjar getah bening.
.
Selain itu, juga terdeteksi beberapa bagian pada tulang yang terkena kanker, seperti pada hasil pemeriksaan sebelumnya. Untuk jelasnya, perlu dilakukan bone scan, yang akan kujalani hari Sabtu besok di RS Dharmais.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
6 comments:
Dear Sima,
turut prihatin dengan hasil scan-nya, bardoa aja ... semoga tidak ada kegawatan yg serius. Kamu hebat deh, rajin nge-cek kondisi (dan mendapatkan kemudahan utk menjalaninya). Saya kemarin barusan cek tumor marker aja, tp males ngambil hasilnya (ada perasaan takut juga nih). Oh ya, buku "Melawan Kanker" yg direferensikan mbak Titah udah tak resume di http://bukukanker.blogspot.com sebenernya sudah lama belinya, cuma ga sempet2 posting.
Ok. Tetap berjuang terus ... Salam survive ya ...!
Dear Rini,
Trims yach...
Gimana hasil tes tumor marker kamu? Semoga hasilnya baik ya.... Kita semua sih pasti berharap agar segala sesuatunya lancar...
Oh.. kamu udah ada bukunya ya? Nanti aku intip.. :)
Sabtu kemarin aku jg udah bone scan, tp belum ambil hasilnya. Moga2 aman....
-sima
Dear Rini,
Trims yach...
Gimana hasil tes tumor marker kamu? Semoga hasilnya baik ya.... Kita semua sih pasti berharap agar segala sesuatunya lancar...
Oh.. kamu udah ada bukunya ya? Nanti aku intip.. :)
Sabtu kemarin aku jg udah bone scan, tp belum ambil hasilnya. Moga2 aman....
-sima
halo Mbak Sima, tetep semangat ya Mbak..., semoga ketemu dokter-dokter dan suster yang ramah lingkungan eh maksud saya, enggak jutek dan mater gitulah. Biar yang berobat juga terus semangat kannn..:-D
Maaf,posting saya ini mungkin tak ada hubungan langsung dg apa yg dibahas dlm blog ini. Tapi gara2 malas mencari forum yg "tepat", jadi saya bagi sedikit berita yg saya baca tgl 17 pebruari lalu (salah satu yg dibicarain dlm pertemuan American Association for the Advancement of Science di Boston):tetang HPV-virus.
Yg menarik,menurut saya,ketika membaca di koran bahwa Profesor Erik Wilander dari Uppsala,Swedia, bilang: dg tes sendiri yg cuma seharga USD 25 akan bisa menolong banyak perempuan di dunia berkembang untuk mendeteksi dini kanker leher rahim.
www.AAAS.org/go/news
www.aas.org/meetings/Annual_Meeting
hi,
USD 25 berarti kira2 Rp 230.000-an yach kalau kurs Rp 9.300.
Untuk deteksi kanker leher rahim kalau dengan pap smear biayanya lumayan ringan, apalagi diYKI, hanya Rp 40 ribu.
Kalau nggak salah ada juga cara yg lebih murah, dengan menggunakan asam cuka, tapi nggak bisa dilakukan sendiri, mesti dengan bantuan tenaga medis (nggak harus dokter).
Aku pernah bikin tulisannya: http://www.thejakartapost.com/Archives/ArchivesDet2.asp?FileID=20070529.W02
-sima
Post a Comment