Sunday, August 23, 2009
Tak ada janji surga
Setiap kali menjalani suatu pemeriksaan medis, perasaan selalu tercampur aduk
Di satu sisi, timbul rasa khawatir kalau ternyata hasilnya buruk. Di sisi lain aku berharap agar tak ada peningkatan aktivitas sel-sel kanker atau penyebaran baru.
Rasa was-was ada karena kita tidak dapat merasakan pergerakan sel-sel kanker dalam tubuh dan tak ada gejala seperti bersin-bersin, gatal-gatal atau buang-buang gas. Badan terasa sakit jika penyakit itu sudah betul-betul parah. Tapi jangan sampai menunggu sampai parah baru ketahuan ... Karena itulah diperlukan pemeriksaan medis secara rutin sesuai dengan anjuran dokter.
Dengan membawa hasil bone scan, aku menemui bu dokter di NUH kemarin (Jumat, 21 Agustus 2009). Hasil bone scan menunjukkan bahwa tak ada penyebaran baru. Tetapi sebelum aku mendengarnya langsung dari bu dokter, rasanya kurang sreg. Ternyata bu dokter memang mengatakan bahwa hasil bone scan ini kurang lebih sama seperti yang sebelumnya.
Lega dong… Tapi, eh. Tunggu dulu.
“Untuk sementara ini pengobatan dilanjutkan seperti biasa,” katanya.
Aduh, berarti tiap bulan aku masih harus suntik dan infus.
“At some point you should have chemo,” ia menambahkan dengan kalem.
Hah? Kenapa dok?
“If there is some progress with your disease, you should have chemo,” katanya.
Lho, kan hasil pemeriksaan ini baik2 aja dok..
“Ya emang sih, tapi hasil ini sifatnya hanya sementara. Tetap ada kemungkinan bahwa suatu saat ini bisa meningkat,” katanya dengan raut muka serius.
Lalu ia menunjukkan hasil tes darah yang baru dating dari laboratorium.
“Tumor marker ini menunjukkan adanya peningkatan. Jadi bulan ini mesti CT scan dan X-ray,” katanya.
Pemeriksaan itu untuk melihat apakah ada penyebaran ke organ tubuh yang lain seperti paru-paru, hati, ginjal, usus, dll. Saat ini kanker yang tadinya hanya menyerang payudara sudah menggerogoti sebagian tulangku –itulah sebabnya aku secara rutin menjalani bone scan.
Bu dokter nenekankan bahwa kanker ini bisa menjalar ke bagian tubuh yang lain dan apabila itu terjadi, maka aku harus kemo.
Tak ada basa basi dalam kata-kata bu dokter yang masih muda belia ini. (Umurnya baru 30-an tahun lho). Tak ada janji surga. Ia mengatakan ini tanpa maksud menakut-nakuti, tapi agar aku waspada.
Aku sudah pernah CT scan 4x dan PET Scan 1x, juga MRI 2x. Untunglah selama ini hasilnya menunjukkan bahwa kanker belum menyebar ke organ tubuh yang lain. Seandainya ada penyebaran, bagaimana? Ya tetep untung… karena ketahuan. Lebih awal ketahuannya, lebih baik sebab itu berarti lebih dapat dilakukan penanganan dengan lebih cepat. Bukankah lebih cepat lebih baik? Eh, kok mirip semboyan capres dalam pilpres kemarin ya?
Aku malas sekali CT scan.
“Nggak enak dok, obatnya dimasukin lewat dubur,” aku mengeluh sambil mengingat betapa tidak nyamannya proses itu.
“Oh ya? Ya, ditahan aja, kan cuma sebentar. Ini demi kebaikan,” katanya.
Sebelum berpisah, dokter mengingatkan agar aku melakukan CT scan dan memberitahukan hasilnya melalui email.
Oh ya, bu dokter juga memintaku untuk melakukan cek fungsi ginjal setiap kali sebelum menjalani infus penguat tulang dan menyesuaikan metode infusnya dengan hasil lab.
Waktu pertama kali CT scan, aku melakukannya di Singapura. Selain menyuntikkan obat lewat urat nadi, mereka juga memberiku obat berupa cairan sebanyak 1 botol, yang harus diminum secara berkala dalam waktu 1 jam (kalau tidak salah).
Dalam CT scan berikutnya, untuk menghemat biaya, aku melakukannya di RS Dharmais. Prosesnya kurang lebih sama. Tapi ternyata hasilnya lain karena Dharmais menggunakan sistem 32 slices sedangkan sebelumnya 64 slices, yang memungkinkan hasil yang lebih terinci.
Seorang suster di NUH mengatakan bahwa ada pasien dari Indonesia yang melakukannya di RS Gading Pluit dengan metode seperti yang dilakukan di Singapura. Atas rekomendasi suster itulah, aku menjalani CT scan di RS Pluit.
Untuk CT scan berikutnya, aku ingin melakukannya di RS lain yang tidak memakai obat lewat dubur, tetapi yang alatnya minimal secanggih RS Pluit dan ongkosnya tidak lebih mahal. Di mana ya?
Di satu sisi, timbul rasa khawatir kalau ternyata hasilnya buruk. Di sisi lain aku berharap agar tak ada peningkatan aktivitas sel-sel kanker atau penyebaran baru.
Rasa was-was ada karena kita tidak dapat merasakan pergerakan sel-sel kanker dalam tubuh dan tak ada gejala seperti bersin-bersin, gatal-gatal atau buang-buang gas. Badan terasa sakit jika penyakit itu sudah betul-betul parah. Tapi jangan sampai menunggu sampai parah baru ketahuan ... Karena itulah diperlukan pemeriksaan medis secara rutin sesuai dengan anjuran dokter.
Dengan membawa hasil bone scan, aku menemui bu dokter di NUH kemarin (Jumat, 21 Agustus 2009). Hasil bone scan menunjukkan bahwa tak ada penyebaran baru. Tetapi sebelum aku mendengarnya langsung dari bu dokter, rasanya kurang sreg. Ternyata bu dokter memang mengatakan bahwa hasil bone scan ini kurang lebih sama seperti yang sebelumnya.
Lega dong… Tapi, eh. Tunggu dulu.
“Untuk sementara ini pengobatan dilanjutkan seperti biasa,” katanya.
Aduh, berarti tiap bulan aku masih harus suntik dan infus.
“At some point you should have chemo,” ia menambahkan dengan kalem.
Hah? Kenapa dok?
“If there is some progress with your disease, you should have chemo,” katanya.
Lho, kan hasil pemeriksaan ini baik2 aja dok..
“Ya emang sih, tapi hasil ini sifatnya hanya sementara. Tetap ada kemungkinan bahwa suatu saat ini bisa meningkat,” katanya dengan raut muka serius.
Lalu ia menunjukkan hasil tes darah yang baru dating dari laboratorium.
“Tumor marker ini menunjukkan adanya peningkatan. Jadi bulan ini mesti CT scan dan X-ray,” katanya.
Pemeriksaan itu untuk melihat apakah ada penyebaran ke organ tubuh yang lain seperti paru-paru, hati, ginjal, usus, dll. Saat ini kanker yang tadinya hanya menyerang payudara sudah menggerogoti sebagian tulangku –itulah sebabnya aku secara rutin menjalani bone scan.
Bu dokter nenekankan bahwa kanker ini bisa menjalar ke bagian tubuh yang lain dan apabila itu terjadi, maka aku harus kemo.
Tak ada basa basi dalam kata-kata bu dokter yang masih muda belia ini. (Umurnya baru 30-an tahun lho). Tak ada janji surga. Ia mengatakan ini tanpa maksud menakut-nakuti, tapi agar aku waspada.
Aku sudah pernah CT scan 4x dan PET Scan 1x, juga MRI 2x. Untunglah selama ini hasilnya menunjukkan bahwa kanker belum menyebar ke organ tubuh yang lain. Seandainya ada penyebaran, bagaimana? Ya tetep untung… karena ketahuan. Lebih awal ketahuannya, lebih baik sebab itu berarti lebih dapat dilakukan penanganan dengan lebih cepat. Bukankah lebih cepat lebih baik? Eh, kok mirip semboyan capres dalam pilpres kemarin ya?
Aku malas sekali CT scan.
“Nggak enak dok, obatnya dimasukin lewat dubur,” aku mengeluh sambil mengingat betapa tidak nyamannya proses itu.
“Oh ya? Ya, ditahan aja, kan cuma sebentar. Ini demi kebaikan,” katanya.
Sebelum berpisah, dokter mengingatkan agar aku melakukan CT scan dan memberitahukan hasilnya melalui email.
Oh ya, bu dokter juga memintaku untuk melakukan cek fungsi ginjal setiap kali sebelum menjalani infus penguat tulang dan menyesuaikan metode infusnya dengan hasil lab.
Waktu pertama kali CT scan, aku melakukannya di Singapura. Selain menyuntikkan obat lewat urat nadi, mereka juga memberiku obat berupa cairan sebanyak 1 botol, yang harus diminum secara berkala dalam waktu 1 jam (kalau tidak salah).
Dalam CT scan berikutnya, untuk menghemat biaya, aku melakukannya di RS Dharmais. Prosesnya kurang lebih sama. Tapi ternyata hasilnya lain karena Dharmais menggunakan sistem 32 slices sedangkan sebelumnya 64 slices, yang memungkinkan hasil yang lebih terinci.
Seorang suster di NUH mengatakan bahwa ada pasien dari Indonesia yang melakukannya di RS Gading Pluit dengan metode seperti yang dilakukan di Singapura. Atas rekomendasi suster itulah, aku menjalani CT scan di RS Pluit.
Untuk CT scan berikutnya, aku ingin melakukannya di RS lain yang tidak memakai obat lewat dubur, tetapi yang alatnya minimal secanggih RS Pluit dan ongkosnya tidak lebih mahal. Di mana ya?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
5 comments:
Mbak, kalau mau CT scan tercanggih di Jakarta, RS PIK 128 sclices jd lebih cepat lagi. Kalau PET scan ada di RS Gading Pluit. mudah2an lancar dan perkembangan ke arah yang lebih baik:)
trims Elisa atas infonya,
aku sudah tanya RS Mitra Kelapa Gading, Eka Hospital dan PIK. ternyata semuanya sama dengan RS Gading Pluit, memasukkan obat melalui anus juga. mengenai biaya,
untuk CT scan thorax, abdomen dan pelvis dengan kontras, paling murah di PIK. Bedanya sampai 800 ribu, pdhal alatnya kan lebih canggih. kok bisa ya, apa aku salah denger...
Good luck utk CT scannya nanti ya mbak & take care!
smoga hasil ct-scan nya bsk lebih baekk yaa..oya,obat yg dimasukkin ewat anus itu klo gak salah namanya kontras, emg ct scan yg bagus hrs demikian, klo gak pake contras,gambaran yg ada gk begitu jelas,,emg kurang comfort sihh..tp smpe skrg blm ada kontras yg bs dmasukkan lewat jalur lain selain anus,mudah2 an aja kedepan bs ada kontras yg disuntikkan ky foto IVP batu saluran kemih, jd tanpa hrs dimasukkan dr anus..sabarr ya..mbak pasti akan lebih baik,,smangaatt dan berdoa selalu yap..^^
trims ya Yik.
trims ya Diana. yg dimasukin ke anus itu obat kontras yach?
tadi aku telp RSPP, kalau mau CT scan di sana, sehari sebelumnya disuruh makan yg lembek2, trus malam jam 8 minum 4 tablet dulcolax, subuh masukin dulcolax ke dubur. yang ini lain sendiri ya
caranya?
akhirnya aku putusin CT scan di PIK hari Kamis lusa.
Post a Comment