Jangan kaget. Aku di sana bukan karena sakit. Raffles Hospital mengundang beberapa wartawan Indonesia untuk melihat-lihat fasilitas rumah sakit dan melakukan wawancara dengan dokter. Tujuannya jelas, untuk publikasi supaya lebih banyak orang Indonesia yang datang berobat ke Singapura.
Tadinya aku menyangka kalau kita bakal menginap di Hotel Raffles yang keren itu. Eh… ternyata kita ditempatkan di kamar RS yang memang disediakan bagi keluarga pasien dengan harga SGD$120 semalam. Untung tempatnya nyaman.
Gedung Raffles Hospital yang berdiri tahun 2002 ini megah menjulang di dekat Bugis Junction, tempat belanja yang cukup menyenangkan meskipun tak seheboh Orchard Road. Tak jauh dari situ tampak New 7th Story Hotel yang sederhana, tempat aku pernah menginap.
Seperti rumah sakit lain di Singapura, Raffles Hospital banyak menerima pasien asing. Data dari SingaporeMedicine menunjukkan bahwa pada tahun 2006 lebih dari 400 ribu pasien manca negara berobat di Singapura. Sedangkan jumlah pasien asing di Raffles Hospital sendiri mencapai 35 persen dan dari jumlah itu sebagian besar adalah orang Indonesia.
Ada layanan khusus bagi pasien asing di Raffles International Patients Center yang menyediakan jemputan ke bandara, jasa penerjemah, internet gratis, informasi wisata termasuk tempat-tempat belanja dan juga tempat penitipan barang.
Di lantai dasar dekat lobby terdapat beberapa gerai makanan dan minuman. Yang paling sehat adalah jus segar dengan harga mulai dari $S2.20 per gelas. Ada juga sup yang isinya dapat kita pilih sendiri, mulai dari jamur, brokoli dan tauge sampai bakso, tahu, dan scallop, seharga 50 sen per potong. Nikmat sekali pagi2 makan sup panas2. Oh ya, ada juga lho gerai makanan Padang bagi yang rindu rendang dan ikan balado...
Kita makan siang dijamu oleh staf marketing Raffles Hospital di sebuah ruangan. Jangan bayangkan tempat yang mewah. Ruangannya sederhana, dengan sebuah meja besar di tengah-tengah dengan 20-an kursi di sekelilingnya.
Menunya makanan Vietnam yang dipesan dari rumah makan Vietnam (ya iyalah, masa di McD?), terdiri dari lumpia sebagai makanan pembuka, makan utama berupa mi dan sayur2an, berkuah pedas mirip asinan Betawi, lalu ada buah-buahan dan singkong dengan cairan kental manis. Yang paling enak adalah es serupa selasih.
Selesai makan, staf PR/marketing sibuk membawa kotak bekas pembungkus makanan ke tempat sampah dan mengelap meja hingga bersih. Kalau di Jakarta, boro-boro bersih-bersih …. Paling-paling teriak panggil OB untuk membereskan ruangan.
Malam harinya kita nonton pesta kembang api di tepi Sungai Singapura. Seru deh. Banyak banget orang di sana.
Pulangnya nih yg repot. Kita jalan kaki dan kalau mau nyeberang mesti nunggu lampu hijau, ga boleh sembarangan dong kayak di Ciputat atau di Palmerah. Orang2 Singapur memang terkenal disiplin, jadi mereka mestinya sabar dan ga main dorong2an kayak orang kita.
Ada sih beberapa anak muda yg ga sabaran dan berusaha nyerobot. Tapiiii ya paling bikin sebelllll.. ada rombongan pendatang kulit hitam, sori bukan rasis, tapi kayaknya mereka dari Asia Selatan, entah India, Bangladesh ..yg nyerobot sambil berisik.. Banyak banget mereka itu ...
Di perempatan, setelah nyebrang jalan ada satu cewe Singapur yg tiba2 marah2. Terus dia teriak manggil polisi: “Officer, he molested me!” Cowonya kayak shock gitu, ga nyangka bakal diteriakin. Dia sendirian, temen2nya udah pada duluan. Rasain lu…
Polisi langsung datang dan nanya2 sambil nyatet2. Nggak tau terusannya gimana.. tapi kayaknya sih pasti diproses. Bagus juga.. Makanya Singapur terkenal aman ga kayak Jakarta....
No comments:
Post a Comment