Raffles Hospital memiliki fasilitas kesehatan lengkap dengan dokter ahli dalam berbagai bidang. Layanan yang ditawarkan mulai dari spa dan memutihkan gigi sampai berbagai macam operasi bagi pasien penyakit jantung dan morbid obesity. Bahkan untuk pasien kanker payudara dapat dilakukan operasi pengangkatan sekaligus rekonstruksi. Sayang sekali tak ada kesempatan untuk wawancara dengan oncologist.
.
Aku kebagian wawancara Dr. Baladas, ahli bedah yang banyak menangani kasus obesitas, dan Dr. Lee, ahli mata.
.
Dr. Baladas menjelaskan tentang lapbanding atau gastric surgery alias operasi pengikatan lambung. Yang dipakai untuk mengikat bukan tali rafia atau benang Astra tapi silicon. Dengan operasi ini pasien hanya bisa makan sedikit. Kasihan juga yach, biarpun air liur menetes-netes, pasien ga mungkin bisa makan banyak seperti biasanya…
.
“Setelah dua bulan, pasien akan terbiasa dengan pola makan yang baru,” katanya.
.
Metode lapbanding ini memungkinkan pasien untuk mengurangi berat badan secara bertahap, sekitar 2-4 kilogram sebulan hingga mencapai berat tertentu.
.
Sebagai contoh, salah seorang pasiennya yang berbobot 100 kg, berat badan menjadi 54 kg dalam waktu satu tahun empat bulan setelah menjalani operasi
.
Meski operasi ini biayanya Sin$14,500 belum termasuk ongkos bolak-balik ke Singapura untuk kontrol, banyak perempuan yang tertarik untuk operasi ini. Tapi dokter menolak karena mereka tidak memenuhi syarat. Mungkin ada yg protes, .. duit kok ditolak ya…. Aturan mainnya memang ketat. Yang boleh menjalani operasi adalah mereka yang bobotnya dua kali berat badan ideal atau kelebihan paling sedikit 45 kg.
.
“Ini bukan cosmetic surgery,” kata Dr. Baladas tegas.
.
Di Indonesia ada tidak ya?
.
“Kalaupun ada, dokternya tidak berpengalaman,” kata Dr. Baladas yang mengaku telah mengoperasi sekitar 250 pasien.
.
Jadi, pada dasarnya dokter Indonesia nggak kalah pintar dong dengan dokter di Singapura.
.
Emang iya. Dr. Lee dari Eye Center juga mengakui hal itu.
.
“I am sure that you have many good doctors in Indonesia,” katanya.
.
Terus, kenapa orang Indonesia berbondong-bondong berobat ke Singapura? Sebelumya pernah diberitakan bahwa jumlah orang Indonesia yang berobat ke Singapura tiap tahun mencapai 100 ribu per tahun, dan secara keseluruhan biaya pengobatan orang Indonesia di luar negeri mencapai US$600 juta.
.
Seorang teman yang bekerja di UNDP terpaksa membawa suaminya berobat ke Singpura karena kondisinya memburuk akibat salah diagnosa di sebuah rumah sakit ternama (yang sekarang lagi sibuk menangani RI's ex-No.1-man).
.
Teman yang lain membawa mertuanya ke Singapura untuk berobat karena: “Kalau di sini takut.”
.
Lho. Takut apa? Tenyata mertuanya yang tinggal di Surabaya itu takut kalau-kalau kondisinya nggak membaik, tapi justru tambah parah. Hmmm, pasti ia termakan kisah-kisah negatif tentang layanan buruk kesehatan di Indonesia.
.
Kasihan ya, citra dokter di Indonesia jadi jelek...
.
Dr. Lee tentu tidak ada maksud sarkastik dengan mengatakan bahwa banyak dokter Indonesia yang bagus. Indonesia banyak orang pandai, banyak dokter yang bagus. Tentu ada juga dokter yang kurang bagus dan berita jelek itulah yang cepat tersebar. Karena nilai setitik, rusak susu sebelanga.
.
Tapi selain itu layanan yang ramah dan efisien juga penting.
.
RS Raffles tahu betul kebiasaan pasien-pasien mereka. Misalnya pasien dari Jepang akan disuguhin sushi dan pasien Korea akan mendapatkan kim chi. Untuk pasien dari Indonesia yang beragama Muslim, mereka menyediakan alas sembahyang dan arah mata angin. (Kalau pasien dari Jogja boleh pesen gudeg ga ya..?)
.
Urusan pembayaran dan pengambilan obat dapat diselesaikan di meja yang sama dalam waktu singkat di setiap klinik. Pasien juga tak perlu antre lama untuk menemui dokter karena semuanya telah diatur sesuai appointment.
.
Rumah sakit di Singapura tampaknya meyakini bahwa efisiensi dan layanan yang prima merupakan tuntutan pasien. Hal yang tampaknya sepele ini rupanya belum begitu dipahami oleh managemen rumah sakit di Indonesia.
.
Seorang kawan harus menunggu lebih dari satu jam untuk berkonsultasi dengan dokter ahli kulit di RS Internasional Bintaro meskipun sebelumnya ia telah membuat janji. Selesai berkonsultasi, ia harus menyelesaikan pembayaran di loket tertentu sebelum kemudian pindah ke bagian farmasi yang padat oleh puluhan pasien. Untuk mengambil obat, ia menunggu lebih dari satu setengah jam karena menurut petugas, obatnya yang berupa salep itu harus diolah terlebih dahulu.
.
Biaya konsultasi dokter ahli di Jakarta jauh lebih murah dibandingkan dengan harga yang harus dibayar kalau pasien ke Singapur. Kawan yang berobat di RSI Bintaro itu membayar Rp 120.000 (tak sampai Sin$20) ditambah biaya administrasi Rp 20.000.
.
Di Raffels Hospital, misalnya, biaya konsultasi pertama Sin$85 dan untuk kunjungan selanjutnya $65. National University Hospital (NUH) lebih murah karena merupakan RS pemerintah, tetapi di tempat lain seperti Mt. Elizabeth hospital, biaya konsultasi bisa mencapai lebih dari $100.
Sebagian orang tak keberatan membayar lebih demi layanan prima terutama karena kesehatan adalah segala-galanya.
.
Tapi ga semua orang Singapur ramah tamah loh…. Di Mt E yg mahal itu, ada juga yg judes, nyebelin. Tapi tetep aja banyak orang Indonesia yg ke sana, soalnya dia menang lokasi. Pasien yg udah sembuh atau keluarganya tinggal melangkah ke Orchard untuk sekalian belanja…