Sunday, May 29, 2011
Tulalit (1)
Beberapa hari pertama setelah pindah dari High Care Unit ke kelas 3, setiap kali makanan datang selalu disertai dengan catatan: # seafood
”Tanyakan saja nanti ke petugas gizi. Hari Senin petugas akan ke sini,” kata suster.
Ketika petugas datang, aku menanyakan soal itu.
”Yang tidak makan seafood itu ibu Herdiana,” katanya.
”Saya bukan ibu Herdiana,” aku menimpali.
”Yang tidak makan seafood itu ibu Herdiana,” ia mengulang pernyataannya.
“Saya bukan ibu Herdiana,” kataku sambil menahan ketawa.
Ia tampaknya mulai mengerti. Diperiksanya catatan yg di tangannya. Dan ia pun berlalu sebelum aku sempat menanyakan apakah boleh mengajukan special order seperti nasi padang, gudeg atau crispy pizza.
Tulalit (2)
Fisio terapi merupakan hal yang rutin dilakukan selama aku dirawat di RS. Hal ini perlu untuk merangsang otot2 kaki dan menguatkan badan.
Jadwal hari itu dimulai jam 9 pagi. Tapi sampai jam 10 belum datang petugas yang membawaku ke unit rehabilitasi medis di lantai 2 untuk terapi.
Lalu aku SMS mbak Nella, terapisku yg segera membalas, mengatakan bahwa ia telah minta suster untuk membawaku turun sejak jam 9
Segera suster dihubungi ulang dan beberapa saat kemudian datanglah seorang petugas yg dengan wajah tanpa dosa mengatakan: “Dari tadi saya mencari ibu Nella untuk dibawa ke bawah….”
Menu Istimewa
Sebelum operasi, aku harus puasa. Setelah operasi selesai, puasa masih berlanjut hingga keesokan harinya. Nggak lapar, tapi hausnya luar biasa. Hanya boleh membasahi bibir dengan sesendok dua sendok air hangat.
Pada pagi harinya barulah boleh makan dan minum.
”Makan bubur ya,” kata suster.
Terbayang bubur ayam yang nikmat... Eh, ternyata salah sangka. Nggak ada tuh ayamnya. Soalnya ini bubur havermut.
Siang harinya pada jam 12 makanan belum datang meskipun sudah ditanyakan ke suster. Sejam kemudian aku kembali menanyakannya.
Kali ini suster mengangkat telepon, lalu bertanya: ”Mau makanan keras atau lunak? Lunak saja ya? Bubur saja dulu.”
”Boleh, asal bubur nasi, ya.”
Ketika menunggu makanan, ada SMS dari teman. ”Mbak, semoga lekas sembuh ya.” Lalu disusul SMS yg berbunyi: ”Mbak, aku lagi makan rawon. Kalo makan rawon, aku ingat mbak Sima.”
Aku tersenyum. Memang aku suka rawon yg terbuat dari daging sapi. Tapi sejak terkena kanker, aku mengurangi makan daging merah.
”Moga2 aku juga dapat rawon,” kataku bercanda.
Sekitar jam 14:15, makanan datang. Pas ngeliat menunya, aku kaget setengah mati.
Ternyata dapat rawon!
Sepiring bubur, semangkok rawon, sepiring tumis tahu dan taoge. Dagingnya agak keras, kontras dengan bubur yg lembek, tapi kuahnya lumayan ok dan anget...
Surprise
Setelah dioperasi pada tgl 19 April 2911, aku dirawat di HCU alias Happy eh, High Care Unit di Lt. 3. Dua malam aku di sana, dua kali aku melihat pasien berpulang… Keluarga menangis meraung-raung, bahkan ada yg sampai pingsan.
Tapi tak selamanya suasana duka menyelimuti HCU.
Hari Kamis pagi kulihat ada sedikit kehebohan di pintu masuk. Seorang petugas mendorong troli bermuatan kotak-kotak kecil transparan. Isinya berwarna-warni. Kayaknya sih kue.
Beberapa perempuan cantik berkebaya mengikuti dari belakang. Tiga di antaranya menghampiriku.
”Kami dari Dharma Wanita Dharmais,” katanya, ”Selamat hari Kartini.”
Lalu aku diberi satu kotak suvenir yang ternyata isinya handuk kecil berwarna merah jambu yang dibentuk seperti kue tiga susun.
Wow.. Kejutan manis yang menyenangkan.
Trims ya ibu ...
Saturday, May 28, 2011
Home Sweet Home
Setelah dirawat di RS Dharmais sejak tgl 19 April 2011, akhirnya kemarin, 27 Mei 2011, aku pulang ke rumah. Horee…. Senang sekali rasanya.
Aku sudah bersiap2 sejak dari jam 10 pagi. Tapi tunggu punya tunggu ambulan yg akan membawaku pulang tak kunjung datang. Akhirnya ambulan baru ada jam 14:00, alasannya karena pada pagi harinya mesti mengantar pasien ke RS Husada. Lho, kalo memang begitu, mbok ya ngomong dari kemarin, jangan menyanggupi untuk mengantarku pulang jam 10 pagi…
Ambulan diperlukan karena tulang belakangku masih rapuh setelah operasi. Jadi aku harus dibawa pulang dalam posisi tiduran.
Tiduran. Itulah kegiatan yang banyak mewarnai hidupku sekarang. Kalau dulu jarang tiduran di pagi, siang, dan sore hari, belakangan ini boleh dibilang sering sekali aku tergolek di ranjang.
Bukannya mau bermalas-malasan, tetapi bagian bawah tubuhku tidak dapat digerakkan gara2 penekanan pada syaraf di tulang sumsum.
Aku boleh duduk, di pinggir ranjang atau di kursi roda. Tapi harus memakai brace, semacam korset yg sangat tidak nyaman rasanya. Bahkan cenderung menyakitkan.Brace ini harus dipakai selama paling sedikit 3 bulan. Aduh, mana tahan...
Aku tidak dapat duduk sendiri. Untung ada Natem, perawat yg selalu menemaniku sejak aku sakit. Ia juga bertindak sebagai terapis, setiap pagi dan sore menggerak2kan ke dua kakiku. Kalau tidak digerakkkan, makin lama bisa makin mengecil.
Natem membantuku duduk. Tetapi kalau akan pindah ke kursi roda, diperlukan paling tidak 2 orang untuk mengangkatku dan satu orang menjaga agar proses berjalan mulus. Tadinya aku dianjurkan agar belajar mandiri dengan berusaha pindah ke kursi roda dengan cara ”ngesot” dan bertumpu pada kekuatan tangan.
Eh, belakangan mereka baru sadar kalau tumor juga terdapat pada tulang bahu, sehingga aku nggak boleh banyak menggunakan tenaga tangan.
Meskipun bagian bawah tubuhku lumpuh, aku masih bersyukur karena organ tubuh dari dada ke atas masih berfungsi dengan baik. Bayangkan kalau yg terjadi adalah kebalikannya...
Selain itu patut disyukuri bahwa otak kita terletak di kepala... bukan di dengkul..
Yang jadi pertanyaan adalah, apakah kaki yg lumpuh dapat kembali normal?
”Kemungkinan itu selalu ada. Tapi kita tak mau muluk2. Targetnya adalah, keluar dari RS, dapat duduk di kursi roda,” kata bu dokter ketika itu.
Hidup di atas kursi roda bakal merupakan jalan yg harus aku tempuh. Berat. Tapi mau ga mau ya harus dijalani dengan lapang dada. Nggak boleh sambil marah2 atau nangis2 karena akibatnya malah bisa stress.
Mudah2an aku bisa menjalaninya dengan tabah.
Aku sudah bersiap2 sejak dari jam 10 pagi. Tapi tunggu punya tunggu ambulan yg akan membawaku pulang tak kunjung datang. Akhirnya ambulan baru ada jam 14:00, alasannya karena pada pagi harinya mesti mengantar pasien ke RS Husada. Lho, kalo memang begitu, mbok ya ngomong dari kemarin, jangan menyanggupi untuk mengantarku pulang jam 10 pagi…
Ambulan diperlukan karena tulang belakangku masih rapuh setelah operasi. Jadi aku harus dibawa pulang dalam posisi tiduran.
Tiduran. Itulah kegiatan yang banyak mewarnai hidupku sekarang. Kalau dulu jarang tiduran di pagi, siang, dan sore hari, belakangan ini boleh dibilang sering sekali aku tergolek di ranjang.
Bukannya mau bermalas-malasan, tetapi bagian bawah tubuhku tidak dapat digerakkan gara2 penekanan pada syaraf di tulang sumsum.
Aku boleh duduk, di pinggir ranjang atau di kursi roda. Tapi harus memakai brace, semacam korset yg sangat tidak nyaman rasanya. Bahkan cenderung menyakitkan.Brace ini harus dipakai selama paling sedikit 3 bulan. Aduh, mana tahan...
Aku tidak dapat duduk sendiri. Untung ada Natem, perawat yg selalu menemaniku sejak aku sakit. Ia juga bertindak sebagai terapis, setiap pagi dan sore menggerak2kan ke dua kakiku. Kalau tidak digerakkkan, makin lama bisa makin mengecil.
Natem membantuku duduk. Tetapi kalau akan pindah ke kursi roda, diperlukan paling tidak 2 orang untuk mengangkatku dan satu orang menjaga agar proses berjalan mulus. Tadinya aku dianjurkan agar belajar mandiri dengan berusaha pindah ke kursi roda dengan cara ”ngesot” dan bertumpu pada kekuatan tangan.
Eh, belakangan mereka baru sadar kalau tumor juga terdapat pada tulang bahu, sehingga aku nggak boleh banyak menggunakan tenaga tangan.
Meskipun bagian bawah tubuhku lumpuh, aku masih bersyukur karena organ tubuh dari dada ke atas masih berfungsi dengan baik. Bayangkan kalau yg terjadi adalah kebalikannya...
Selain itu patut disyukuri bahwa otak kita terletak di kepala... bukan di dengkul..
Yang jadi pertanyaan adalah, apakah kaki yg lumpuh dapat kembali normal?
”Kemungkinan itu selalu ada. Tapi kita tak mau muluk2. Targetnya adalah, keluar dari RS, dapat duduk di kursi roda,” kata bu dokter ketika itu.
Hidup di atas kursi roda bakal merupakan jalan yg harus aku tempuh. Berat. Tapi mau ga mau ya harus dijalani dengan lapang dada. Nggak boleh sambil marah2 atau nangis2 karena akibatnya malah bisa stress.
Mudah2an aku bisa menjalaninya dengan tabah.
Thursday, May 12, 2011
Begini ceritanya.....
Sudah lama aku nggak ngeblog. Bukan karena males atau lagi banyak kerjaan. Tapi ada sesuatu yg terjadi di luar dugaan.
Apakah ituuuuuu….????
Awalnya bermula pada hari Kamis 14 April 2011. Siang itu aku ngantor seperti biasa. Tapi kaki kiriku entah kenapa rasanya lemaah sekali. Kaki kanan juga rasanya melemah.
Hari Jumat aku istirahat di rumah dengan harapan agar kakiku membaik. Tapi yg terjadi justru sebaliknya. Akhirnya hari Sabtu aku ke dokter syaraf di dekat rumah dan dianjurkan untuk segera foto tulang belakang. Maka aku pun segera meluncur ke Dharmais, sekalian untuk foto dada yang sebelumnya sudah dianjurkan oleh dokterku di RS tsb. Saat itu meskipun terseok2, aku masih bias jalan dengan dibantu oleh Lia yg setia menemaniku.
Hari Minggu, aku bangun dalam keadaan lunglai. Sama sekali nggak bisa bergerak.Mati rasa dari dada hinggga ke ujung jari kaki. Hanya tungkai kaki kanan yg masih dpt digerakkan, itupun dg sangat lemah.
Senin siang aku ke RS Dharmais dan langsung masuk IGD sesuai dengan anjuran dr. Noorwati. Hari itu juga dr. Rini menyuruhku MRI. Sayang sekali Dharmais nggak punya fasilitas tsb sehingga aku harus digotong dengan ambulance ke RS Abdi Waluyo. Jadwalnya juga tertunda dari jam 3 sore ke jam 8 malam karena harus menunggu hasil lab yg lamaaaa sekali baru keluar.
Sementara itu dr Firdaus, ahli bedah, menjelaskan bahwa kemungkinan akan segera dilakukan operasi karena diduga ada penekanan tumor pada sumsum tulang belakang. Keputusan untuk operasi baru dapat diambil setelah melihat hasil MRI dan juga dengan persetujuan dr. Noorwati.
Hasil MRI harus diperoleh segera. Tapi entah kenapa, petugas dan dokter jaga berusaha menahannya hingga keesokan harinya. Mereka baru menyerah setelah Lia protes keras, berdebat sengit dan meluncurkan jurus kungfu panda……
Dalam perjalanan kembali ke Dharmais malam itu, Lia memberitahukan hasil MRI ke dr. Firdaus, yang kemudian dating ke RS pada sekitar jam 11 malam.
“Besok operasi jam 8 pagi,” katanya.
Tapi jangan berharap yg muluk2.
“Operasi ini tujuannya adalah agar kondisi tidak memburuk. Kalau membaik, itu bonus,” katanya.
Oke dok, moga2 dpt bonus ya…
Operasi sendiri berjalan lancar. Kelihatannya semua baik2 saja… Bonus belum datang, tapi tentu saja aku berharap bahwa nanti pada saatnya, bonus itu akan kuperoleh. Mungkin nanti ya menunggu lebaran atau natalan…..
Tapi ternyata ada perkembangan lain. Kakiku bengkak, dan kondisi menurun. Terpaksa dilakukan MRI lagi untuk melihat penyebabnya.
Setelah hasil MRI keluar, diketahui bahwa ada perkembangan pesat dari tumornya.
Wah, gawat ya..??? Tapi bukan berarti hal itu tak dapat diatasi. Masih ada cara lain, yaitu radiasi.
Nah, sekarang ini, sampai hari Kamis, tgl 12 Mei 2011, aku lagi menunggu giliran radiasi. Seharusnya radiasi dilakukan segera, tapi berhubung mesinnya lagi rusak, maka mau nggak mau, ya jadi tertunda.Tapi kemungkinan sore ini bisa dilakukan.
Dr. Noorwati menghiburku dengan SMSnya: “Kita serhkan semua pada Tuhan ya, Sim. Sabar saja.”
“Iya, dok, orang sabar kekasih Tuhan.”
Sementara itu setiap hari, aku menjalani fisioterapi dan okupasi terapi di unit rehabilitasi medis. Okupasi terapi ini bertujuan agar pasien dapat kembali ke aktivitas seperti semula. Berhubung aku ini akrab dengan dunia tulis menulis, maka pak Buana, terapisku yg baik hati dan sabar itu memberikan aku kesempatan untuk memakai laptopnya agar aku dapat memuthakirkan blog ini. Trims yaaaa, pak..
Subscribe to:
Posts (Atom)