Saturday, March 13, 2010
Polisi oh polisi
Pernah berurusan dengan polisi? Itulah yang aku alami malam-malam setelah mengambil hasil CT scan dari RS Pantai Indah Kapuk.
Ceritanya begini. Hari Selasa (9 Maret 2010) sekitar jam 21:30 aku meninggalkan RS dan langsung masuk ke jalan tol. Biasanya aku keluar di pintu tol Slipi ke arah Permata Hijau lalu melewati jalan arteri Pondok Indah dan Tanah Kusir sebelum masuk tol di Jl. Veteran dan keluar di pintu tol Pondok Aren.
Berhubung ingin cepat2 pulang, aku putuskan untuk lewat tol saja terus sampai rumah. Aku pilih lewat JORR. Sebetulnya ini pilihan yang salah karena jaraknya lebih jauh dibandingkan kalau lewat tol dalam kota. Tapi sudah terlanjur. Tidak apa2, hanya beda sedikit dan yang penting jalannya lancar, nggak macet.
Di tengah jalan, aku sempat bingung. Jalan bercabang. Kalau ke kiri, keluar tol menuju Ancol, kalau ke kanan ke arah Tanjung Priok. Di situ tertulis jelas “Pelabuhan 6 km.”
Seharusnya aku telepon Jasa Marga di nomor 6518350 untuk memperoleh info jalan tol seperti yang pernah aku lakukan. Tapi aku malahan jalan terusss saja ke arah Priok. Lalu jalan bercabang lagi. Kalau ke kiri ke Kemayoran. Ke kanan ke Tanjung Priok. Lagi-lagi ada tulisan “Pelabuhan 5 km”. Aduh, bagaimana ini? Aku harus mengarah ke Cawang, tetapi, kenapa tak ada petunjuknya?
Daripada nyasar sampai ke Priok, akhirnya perlahan-lahan, dengan penuh keraguan aku berjalan pelan2 dan mengarahkan mobil ke kiri, untuk keluar menuju Kemayoran. Yach, paling tidak, kalau pun nyasar di daerah Kemayoran, itu masih agak mending daripada Tanjung Priok.
Eeeehh…. Tiba2 ada polisi muncul dan menyuruhku berhenti. Rupanya ada mobil polisi yang diparkir di tengah jalan, tepat di pada bagian marka jalan, itu lho… yang ada garis2 berwarna putih, pada persimpangan antara jalan tol yang lurus ke Priok dan yang belok ke kiri ke arah Kemayoran. Aneh juga ya, ngapain malam2 polisi markir mobil di situ. Oh.. mungkin mau menolong pengendara yang kebingungan seperti aku ini. Atau… justru sebaliknya, menunggu “mangsa” untuk ditilang atau... diajak damai ?
“Ibu salah. Melanggar marka jalan,” kata polisi itu.
“Iya pak, saya memang bingung banget nih,” jawabku.
“Ibu ini salah. Melanggar marka jalan. Coba saya lihat SIM dan STNK.”
“Coba saya lihat dulu identitas Bapak.”
“Lho, saya ini yang perlu melihat SIM dan STNK ibu.”
“Tidak bisa pak. Bapak harus menunjukkan identitas Bapak terlebih dahulu.”
“Ibu salah. Melanggar marka jalan. Mana SIM dan STNK-nya?
“Ya, tapi coba saya lihat dulu kartu identitas Bapak.”
“Ibu ini gimana sih. Saya ini perlu melihat SIM dan STNK Ibu. Kok malah minta identitas saya.”
“Ya, memang begitu Pak, aturannya. Kita harus menanyakan dulu identitas Bapak. Begitu kata pak Boy, humas di polda.”
“Siapa?”
“Pak Boy, itu humas di polda. Saya kan sering meliput di Polda dan kita memang harus menanyakan identitas petugas.”
(Sebetulnya aku ngarang karena terakhir kali ngeliput di Polda sudah 10 atau bahkan 20 th yll. Cuman saja aku suka baca tulisan teman2, jadi tau kalo di Polda ada yang namanya pak Boy. Ga gitu yakin jabatannya, mungkin aja humas, tapi yg jelas aku ingat nama itu)
“Emang Ibu mau ke mana?”
“Saya mau ke arah jalan tol Serpong.”
“Kalau tol Serpong ambil yang arah Priok, nanti ketemu Cawang.”
“Ya itu, Pak. Kenapa nggak ada tulisan Cawang? Kan saya jadi bingung.”
“Kalau lewat Kemayoran malah muter2 nggak karuan. Harusnya masuk ke arah Priok.””Iya pak. Saya minta maaf. Boleh tidak saya meneruskan perjalanan? Ini sudah malam, Pak.”
“Ya boleh. Tapi mana SIM dan STNK-nya?”
“Lho, seharusnya bapak yang menunjukkan identitasnya terlebih dahulu. Bapak saja pakai rompi. Nggak kelihatan namanya.”
“Ini saya pakai rompi karena rompi ini kalau kena lampu jadi kelihatan terang.”
Lalu petugas itu membuka retsleting rompinya, sehingga tampak tulisan namanya yang tercantum di dada kiri, sambil berkata. “Saya belum tau identitas Ibu.”
Aku tunjukkan kartu karyawan yang biasa tergantung di leher.
“Oh... Jakarta Post. Bagi korannya dong, kalau malam-malam saya suka ngantuk.”
“Wah, korannya ada di kantor pak. Lain kali ya, saya bawakan. Sekarang saya boleh nggak pak, kalau mau masuk ke tol sana,” kataku sambil menunjuk ke arah tol Priok.
“Ya boleh, hati2 ya. Mundur dulu pelan2. Lurus, lurus… hati-hati… ya langsung kanan….,” katanya sambil memberi aba2.
Ooohh leganya… Akhirnya aku berhasil masuk kembali ke jalan tol ke arah Priok. Dan betul, beberapa saat kemudian aku melihat ada tanda Priok- Cawang. Dari sana lurus jalan teruuuuuus sebelum akhirnya masuk tol ke arah Pondok Indah yang berlanjut hingga ke arah Serpong dan keluar pada pintu tol Pondok Aren. Lima menit kemudian aku sudah sampai di rumah.
Ceritanya begini. Hari Selasa (9 Maret 2010) sekitar jam 21:30 aku meninggalkan RS dan langsung masuk ke jalan tol. Biasanya aku keluar di pintu tol Slipi ke arah Permata Hijau lalu melewati jalan arteri Pondok Indah dan Tanah Kusir sebelum masuk tol di Jl. Veteran dan keluar di pintu tol Pondok Aren.
Berhubung ingin cepat2 pulang, aku putuskan untuk lewat tol saja terus sampai rumah. Aku pilih lewat JORR. Sebetulnya ini pilihan yang salah karena jaraknya lebih jauh dibandingkan kalau lewat tol dalam kota. Tapi sudah terlanjur. Tidak apa2, hanya beda sedikit dan yang penting jalannya lancar, nggak macet.
Di tengah jalan, aku sempat bingung. Jalan bercabang. Kalau ke kiri, keluar tol menuju Ancol, kalau ke kanan ke arah Tanjung Priok. Di situ tertulis jelas “Pelabuhan 6 km.”
Seharusnya aku telepon Jasa Marga di nomor 6518350 untuk memperoleh info jalan tol seperti yang pernah aku lakukan. Tapi aku malahan jalan terusss saja ke arah Priok. Lalu jalan bercabang lagi. Kalau ke kiri ke Kemayoran. Ke kanan ke Tanjung Priok. Lagi-lagi ada tulisan “Pelabuhan 5 km”. Aduh, bagaimana ini? Aku harus mengarah ke Cawang, tetapi, kenapa tak ada petunjuknya?
Daripada nyasar sampai ke Priok, akhirnya perlahan-lahan, dengan penuh keraguan aku berjalan pelan2 dan mengarahkan mobil ke kiri, untuk keluar menuju Kemayoran. Yach, paling tidak, kalau pun nyasar di daerah Kemayoran, itu masih agak mending daripada Tanjung Priok.
Eeeehh…. Tiba2 ada polisi muncul dan menyuruhku berhenti. Rupanya ada mobil polisi yang diparkir di tengah jalan, tepat di pada bagian marka jalan, itu lho… yang ada garis2 berwarna putih, pada persimpangan antara jalan tol yang lurus ke Priok dan yang belok ke kiri ke arah Kemayoran. Aneh juga ya, ngapain malam2 polisi markir mobil di situ. Oh.. mungkin mau menolong pengendara yang kebingungan seperti aku ini. Atau… justru sebaliknya, menunggu “mangsa” untuk ditilang atau... diajak damai ?
“Ibu salah. Melanggar marka jalan,” kata polisi itu.
“Iya pak, saya memang bingung banget nih,” jawabku.
“Ibu ini salah. Melanggar marka jalan. Coba saya lihat SIM dan STNK.”
“Coba saya lihat dulu identitas Bapak.”
“Lho, saya ini yang perlu melihat SIM dan STNK ibu.”
“Tidak bisa pak. Bapak harus menunjukkan identitas Bapak terlebih dahulu.”
“Ibu salah. Melanggar marka jalan. Mana SIM dan STNK-nya?
“Ya, tapi coba saya lihat dulu kartu identitas Bapak.”
“Ibu ini gimana sih. Saya ini perlu melihat SIM dan STNK Ibu. Kok malah minta identitas saya.”
“Ya, memang begitu Pak, aturannya. Kita harus menanyakan dulu identitas Bapak. Begitu kata pak Boy, humas di polda.”
“Siapa?”
“Pak Boy, itu humas di polda. Saya kan sering meliput di Polda dan kita memang harus menanyakan identitas petugas.”
(Sebetulnya aku ngarang karena terakhir kali ngeliput di Polda sudah 10 atau bahkan 20 th yll. Cuman saja aku suka baca tulisan teman2, jadi tau kalo di Polda ada yang namanya pak Boy. Ga gitu yakin jabatannya, mungkin aja humas, tapi yg jelas aku ingat nama itu)
“Emang Ibu mau ke mana?”
“Saya mau ke arah jalan tol Serpong.”
“Kalau tol Serpong ambil yang arah Priok, nanti ketemu Cawang.”
“Ya itu, Pak. Kenapa nggak ada tulisan Cawang? Kan saya jadi bingung.”
“Kalau lewat Kemayoran malah muter2 nggak karuan. Harusnya masuk ke arah Priok.””Iya pak. Saya minta maaf. Boleh tidak saya meneruskan perjalanan? Ini sudah malam, Pak.”
“Ya boleh. Tapi mana SIM dan STNK-nya?”
“Lho, seharusnya bapak yang menunjukkan identitasnya terlebih dahulu. Bapak saja pakai rompi. Nggak kelihatan namanya.”
“Ini saya pakai rompi karena rompi ini kalau kena lampu jadi kelihatan terang.”
Lalu petugas itu membuka retsleting rompinya, sehingga tampak tulisan namanya yang tercantum di dada kiri, sambil berkata. “Saya belum tau identitas Ibu.”
Aku tunjukkan kartu karyawan yang biasa tergantung di leher.
“Oh... Jakarta Post. Bagi korannya dong, kalau malam-malam saya suka ngantuk.”
“Wah, korannya ada di kantor pak. Lain kali ya, saya bawakan. Sekarang saya boleh nggak pak, kalau mau masuk ke tol sana,” kataku sambil menunjuk ke arah tol Priok.
“Ya boleh, hati2 ya. Mundur dulu pelan2. Lurus, lurus… hati-hati… ya langsung kanan….,” katanya sambil memberi aba2.
Ooohh leganya… Akhirnya aku berhasil masuk kembali ke jalan tol ke arah Priok. Dan betul, beberapa saat kemudian aku melihat ada tanda Priok- Cawang. Dari sana lurus jalan teruuuuuus sebelum akhirnya masuk tol ke arah Pondok Indah yang berlanjut hingga ke arah Serpong dan keluar pada pintu tol Pondok Aren. Lima menit kemudian aku sudah sampai di rumah.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
7 comments:
Mbak, rmhnya daerah mana? Kalau mau tol serpong dari PIK sebenarnya kan bisa lewat :
1. pluit-grogol- masuk tol arah tangerang yang depan tomang
2. dari pik lewat elang laut ke arah cengkareng masuk JORR W1 langsung bablas ke puri dan masuk tol serpong.
hi ely,
trims ya atas infonya.
rumahku di Bintaro. memang sense of direction aku payah sekali, sering nyasar :(
sim, aku blom pernah loh masuk jorr, jangan2 kalo masuk juga nyasar kaya kamu, tapi mungkin gak seberuntung kamu yang gak jadi ditilang polisi...
Waah, salut banget dg ketrampilan mb Sima berdebat sama polisi - malam2 pula... Untuuung ingat Pak Boy :)
untung gak minta duit ini itu ya, emang harus didebat gitu kali ya Sim..kalo gak langsung prit ceban! iya kalo cuma ceban..lha gimana kalo mintanya lima ban..hehehe!
@pucca, hi vie, jalan tolnya bikin bingung krn petunjuknya nggak jelas. harusnya sih mesti tanya2 dulu sama temen, biar nggak nyasar.
@yik, dulu aku pernah lho ditilang, dan pasrah aja krn emang salah. tp kemarin itu aku nggak merasa salah2 amat, yg aku salahin adalah papan petunjuk jalan yg ga jelas... hehehhe...
@Ely, kayaknya sih dia mau minta duit... tapi mungkin ga jd krn takut.... jaman sekarang kayaknya ga mau deh kalo ceban, bisa2 mintanya cepek...
urusan sama polisi mah, gak salah bisa jadi salah. dasar bajingan.
terima kasih teroris yg telah meneror polisi.
Post a Comment