Ini adalah ruang tunggu utama Departemen Radioterapi, RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, (RSCM), Jakarta, yang dikepalai oleh Prof. Soehartati A. Gondhowiardjo.
Pada dinding di samping pintu masuk, tertulis layanan yang tersedia: “umum, layanan utama dan red carpet service.”
Tempat layanan karpet merah ekslusif yang mempunyai pintu masuk tersendiri itu tepat bersebelahan dengan bagian layanan utama dan umum. Di tempat VIP ini tak ada kursi lenong atau kursi bemo. Yang terlihat adalah sofa empuk.
Sudah genap tiga minggu aku keluar masuk RSCM untuk radioterapi. Tidak di bagian “red carpet service”, tapi di layanan utama.
Mula2 aku mendapat informasi bahwa aku harus menjalani radiasi sebanyak 20x. Setelah diradiasi selama 10x, aku diberi tahu bahwa perlu tambahan radiasi 10x. Lho, kok dapat bonus? Apa karena aku ini pasien teladan? Bukan.... Dokter mengatakan bahwa sebetulnya malah perlu 40x, tapi setelah dipertimbangkan masak2, diputuskan, cukup 30x.
Aku ingat kata temanku, Anas, yang tahun lalu menjalani radiasi di Surabaya.
“Kalau tandanya pudar, bisa ditebalin pake spidol yang permanen,” ujarnya.
Maka ketika tanda radiasi terlihat agak pudar, aku bertanya kepada petugas apakah aku bisa menebalkannya dengan menggunakan spidol permanen warna hitam yang selama ini aku bawa.
Ternyata spidolku tidak laku. Mbak petugas sendiri yang menebalkannya dengan spidol khusus milik RS. Ia juga melarangku melakukannya sendiri karena takut kalau garisnya melenceng.
Selama radioterapi tanda itu harus dijaga agar tidak hilang. Repot sekali. Aku harus berhati-hati kalau mandi karena tanda yang berwarna putih seperti kapur itu bisa hilang kalau diguyur air.
Radiasi di RSCM dilakukan setiap hari, kecuali hari Sabtu dan Minggu. Tanggal 7 Desember 2010 yll adalah Tahun Baru Islam. Hore.. aku libur, tidak perlu ke kantor. Tapi ternyata radiasi jalan terus... Bagaimana dengan Natal dan Tahun Baru nanti?
“Pada hari libur, kita tetap bekerja, tetapi tergantung, libur apa. Kalau Lebaran atau Natal, kita juga libur,” kata Mbak yang menangani radiasi.
Jangankan libur, petugas radiasi juga bisa bekerja hingga lewat tengah malam.
RSCM mempunyai tiga mesin untuk radioterapi, satu diantaranya merupakan mesin canggih dengan teknologi mutakhir. Sebetulnya mesin yang canggih ada dua, tetapi sungguh sayang, mesin yang satu tak dapat dioperasikan karena kendala teknis. Untuk melayani permintaan layanan radioterapi yang tinggi, maka mesin radioterapi yang canggih itu dioperasikan sampai jam 1 pagi.
Asyiiik aku bisa radiasi jam 10 malam setelah pulang kerja. Nggak perlu bermacet ria.
Tapi.. oh, sayang sekali… tidak bisa. Menurut dokter, terapiku tidak memerlukan mesin baru yang canggih itu, cukup dengan mesin yang lama saja.
Tidak semua RS memiliki mesin radioterapi. Di Jakarta hanya terdapat lima rumah sakit yang memberikan layanan ini, yaitu RSCM, RS Dharmais, RS Pertamina, RSPAD dan RS Persahabatan (yang dibangun oleh Rusia pada jaman Orla dan diserahkan sebagai tanda cinta ke RI yang ketika itu menjalin hubungan mesra dengan sayap kiri).
Tak heran, rumah sakit yang memberikan layanan radioterapi atau radiasi diserbu pasien.
Proses radiasi sendiri sangat singkat. Pasien berbaring dan kemudian disinar sesuai dengan tempat yang telah ditandai. Tak sampai 10 menit. Mungkin hanya 5 menit. Tapi menunggunya yang lama.
Untuk pasien VIP, menurut brosur, ada jaminan ketepatan waktu dengan appointment-based treatment session (ditambah dengan private ambulance dan airport pick up and drop off).
Pasien layanan umum yang kebanyakan peserta asuransi Askes (Asuransi Kesehatan) atau Gakin (Keluarga Miskin), harus menunggu sangat lama, bisa setengah hari atau bahkan seharian.
Bagaimana dengan pasien layanan utama?
Kalau lagi beruntung, aku hanya menunggu tak sampai 30 menit. Tapi pernah juga lebih dari 1 jam atau 2 jam. Bahkan 3 jam, ketika ada mesin yang ngadat.
Tidak seperti kemoterapi, kebanyakan pasien radioterapi tidak mengalami rambut rontok dan jarang yang mual-mual atau lemas. Tapi ada juga yang menderita gangguan pada kulit atau efek lain.
Aku sendiri juga mengalami sedikitnya 3 efek sampingan:
1. pusing dan jantung berdebar-debar, dag-dig-dug, karena susah sekali parkir -- lahan parkir terbatas, tidak seimbang dengan banyaknya kendaraan yang membutuhkannya.
2. lemas karena kelamaan menunggu