Saturday, May 24, 2008

Ada tikus di bandara, ada sandwich di udara

Matahari belum lagi terbit, tapi suasana Terminal I Bandara Soekarno-Hatta sudah riuh. Antrean panjang terlihat di depan pintu masuk anjungan keberangkatan, dan seperti biasa, ada saja calon penumpang yang menyerobot. Yach, inilah ciri bangsa yang terseok-seok, susah maju karena hanya mementingkan diri sendiri.
“Rame banget, kayak terminal bis,” celetuk Retno yang kembali menemaniku dalam perjalanan berobat ke Singapura.
Tak jauh dari loket check in, ada layanan khusus pembungkus koper dan tas yang akan masuk ke bagasi.
Hehehhe…. Kayak layanan bungkus kado aja. Tapi yang ini tak dibungkus pakai kertas kado warna-warni dan dihias pita merah, melainkan dibalut erat dengan berlapis-lapis plastik transparan yang pada akhirnya bakal menjadi sampah yang memerlukan waktu ribuan tahun untuk bisa hancur.
Maksud layanan bungkus koper ini jelas, supaya isinya tak digerogoti tikus-tikus bandara. Kalau tak salah, ongkos bungkus satu koper = Rp 30 ribu. (Kalau salah, maaf ya.. ah..daya ingatku kok melemah).
Sudah bukan rahasia lagi, bahwa banyak penumpang yang kehilangan barang-barang dalam tas yang dimasukkan ke bagasi. Temanku bahkan pernah kehilangan satu bungkus rokok Marlboro dari dalam ransel yang berisi baju-baju dan beberapa barang yang nilai jualnya di pasar loak tak seberapa.
Pihak pengelola bandara memang pernah menangkap beberapa tikus, tapi tak ada jaminan bahwa keadaan sudah benar-benar aman. Adanya layanan bungkus koper ini menunjukkan bahwa memang banyak tikus yang masih berkeliaran. Atau sengaja dibikin ga aman biar ada bisnis bungkus koper? (Hehehee… ga boleh ya punya prasangka buruk..)
Kami hanya membawa sedikit barang dan langsung menuju ke loket express check-in AirAsia yang akan membawa kami terbang ke Batam (dari sana kami akan naik feri ke kota Singa).
Gara-gara mampir ke toilet dan harus antre beberapa waktu di sana, kami jadi “terbelakang” dalam arti berada di barisan paling belakang menuju ke pesawat. Penuh sekali penerbangan ke Batam pagi itu sehingga kami terpaksa duduk terpisah.
Sebagai no frill atau budget airline, Air Asia menerapkan sistem tempat duduk tanpa nomor. Jadi seringkali para penumpang berebut untuk naik pesawat. Tapi calon penumpang bisa mendapatkan kesempatan naik pesawat duluan melalui layanan express boarding dengan membayar Rp 50.000.
Kalau ingin mendapatkan makanan atau minuman, penumpang harus membuka dompet.
Retno pesan nasi kuning. Enak loh, katanya. Dan kali nasinya hangat, tidak seperti yang pernah dimakan beberapa bulan yll. Harganya tetap sama, Rp 26 ribu.
“Agak beda lauknya. Dulu ada daging rendangnya ya. Kalau tadi pakai ayam. Sebetulnya enak yg dulu. Tapi ini juga enak..,” kata Retno.
Sedangkan aku membeli sandwich karena tergiur oleh gambarnya yang lezat dengan isi daging tebal, setebal irisan roti yang mengapitnya, dan ada sayurnya, plus segelas teh panas. Harga sandwich Rp 20 ribu sedangkan teh Rp 9 ribu.
Sandwich-nya mau yang apa?” tanya pramugari yang berdandan rapi.
“Tuna saja,” jawabku. (Dulu aku sama sekali tak doyan sandwich, hanya suka hot meals, lho).
Waktu sandwich diulurkan, aku tercengang. Kok beda ya dengan yg digambar. Sandwich ini isinya tipis sekali, mungkin hanya 1 milimeter, tak ada sayur sama sekali. Aku perhatikan bungkusnya, tertulis, tanggal 15-17 Mei 2008. Berarti sandwich itu dibuat tgl. 15 Mei dan dapat bertahan sampai tgl. 17 Mei.Hari itu tanggal 16 Mei. Untung juga ya, coba kalau tanggal 17 Mei, nggak kebayang deh rasanya kayak apa….

Monday, May 19, 2008

I Have Cancer It doesn’t Have Me…

Itu adalah judul buku karangan R. Yuniko Deviana yang ditulis dalam bahasa Indonesia. Bukunya kecil, berukuran 11x17,5 cm, setebal 120 halaman (termasuk sampul). Tapi kecil-kecil cabe rawit… Baguuuuus banget.
Beneran, isinya bagus semua, dari halaman pertama sampai halaman terakhir.
Banyak informasi serta tips yang sangat berguna. Semuanya ditulis dengan bahasa yang sederhana dan tidak bertele-tele.
“Enak ya, orang-orang yang sehat itu. Tidak seperti kita.” Saya beberapa kali mendengar gumaman dan ucapan dari teman sesama penderita dan mantan penderita kanker yang diucapkan dengan lirih dan sangat menyentuh perasaan seperti itu.
Bagaimana kita tidak tertarik untuk membaca lebih lanjut kalau Yuniko mengawali bukunya seperti itu.
Pengalaman Yuniko sebagai seorang penyintas kanker (cancer survivor) yang banyak berinteraksi dengan orang lain yang hidup dengan kanker adalah kekuatan buku ini. Yuniko tak berteori muluk-muluk, ia berkisah apa adanya.
Buku ini memberikan jawaban atas banyak keluhan dan pertanyaan yang berkecamuk dalam pikiran pasien penderita kanker seperti “Kenapa saya yang kena?” hingga “Mungkinkah aku sembuh?”
Inti buku ini tertulis dalam sampulnya: Kisah, Refleksi, dan Harapan Penderita Kanker. Inspirasi yang Membangkitkan Daya Hidup.
Berikut adalah petikan dari salah satu tips bagi yang sudah terkena kanker:
Belajarlah menerima penyakit kanker sebagai sesuatu yang biasa saja. Tidak untuk mengurangi kadar keseriusan mengobatinya, tetapi lebih pada upaya untuk membuat kita tidak bereaksi berlebihan.
Yuniko, 45, mengetahui bahwa ia terkena kanker payudara tahun 2002. Ia menjalani operasi mastektomi, dan kemoterapi. Optimisme membuat ia dapat menjalani hidup dengan produktif dan kembali aktif dalam pelatihan manajemen, mengajar dari satu kota ke kota lain. Ia adalah salah seorang pendiri CISC (Cancer Information & Support Center).
Jarang sekali ada buku asli terbitan dalam negeri yang mengupas tentang kanker, apalagi dalam bahasa yang membumi. Ini adalah buku langka yang berharga.
Buku kecil yang dahsyat ini pertama kali diterbitkan bulan April 2007 dengan harga jual Rp 18.500 dan dicetak ulang November 2007 oleh penerbit Obor.
Tersedia di Toko Buku Obor, Jl. Gunung Sahari 91 – Jakarta 10610. Telp. (021) 422 2369, Fax. (021) 421 9054, email: penerbit@obormedia.com.
Alamat CSIS adalah: Komp. Permata Kebon Jeruk D-2, Jl. Kebon Jeruk Raya 9, Jakarta 11530, Telp. 532 8149, Fax. 021-532 8150.

Sunday, May 18, 2008

Ditusuk, diikat …. di bone scan

Aku ditusuk dan diikat erat-erat. Padahal aku bukan penjahat dan tidak sedang bertempur melawan penjahat. Tapi aku tidak melawan. Pasrah.
Yach, memang harus menurut. Karena aku sedang menjalani bone scan.
Hari Rabu tanggal 14 Mei 2008 pukul 08:00 pagi aku sudah memasuki halaman RS Dharmais setelah sebelumnya melakukan pendaftaran melalui telepon.
Biayanya Rp 952.000. Tiga bulan yang lalu, aku membayar Rp 822.000. Salah satu sebab mengapa kali ini lebih mahal adalah karena tak ada surat pengantar dari dokter Dharmais. Surat pengantarku dikeluarkan dari dr. Win, dokter swasta yang beberapa hari sebelumnya memberiku infus Zometa untuk menguatkan tulang.
Bone scan adalah pemeriksaan dengan menggunakan nuklir untuk melihat kondisi tulang dan mendeteksi kanker pada tulang. Bone scan dapat mendeteksi sekian hari atau sekian bulan lebih awal daripada pemeriksaan dengan sinar X biasa.
Pertama kali aku menjalani bone scan bulan April 2007. Hasilnya menunjukkan bahwa sel-sel kanker telah menyebar ke beberapa bagian di tulang. Sejak itu secara berkala aku menjalani pemeriksaan bone scan di samping minum obat setiap hari, diinfus setiap bulan dan mendapat suntikan hormon setiap tiga bulan.
Kembali ke Dharmais….. Pukul 08:45 aku dipanggil petugas yang akan menyuntikkan zat radioaktive tracer (pelacak radioaktif) ke urat nadi pada tangan kiri. Tusukan pertama gagal.
“Nadinya halus sekali, ini pecah,” kata petugas sambil menyeka setitik darah di urat nadi bekas suntikan yang gagal dan menekannya kuat-kuat agar darah tak keluar.
Bekas kemoterapi dan suntikan berkali-kali menyebabkan urat nadiku yang sudah halus dapat menjadi getas, menyusut dan tak mudah ditembus jarum suntik. Bahkan suster yang sudah berpengalaman belum tentu berhasil memasukkan obat melalui urat nadiku atau mengambil darah dengan sekali suntikan. Kalau lagi apes, bisa jadi 3x baru berhasil. (Sekarang aku mulai melatih otot tangan kiri dengan hand grip yang baru dibeli Sabtu kemarin di ACE Batam)
“Jarumnya harus diganti,” kata petugas di Dharmais sambil melepas jarum suntik dan menggantinya dengan yang lebih kecil.
Untunglah, tusukan kedua berhasil menembus urat nadi dengan lancar.
Selanjutnya, aku harus menunggu sekitar 2 jam agar zat radioaktif itu meresap ke seluruh tubuh dan minum air sekitar 2 liter untuk menghilangkan dampak negatif dari zat tersebut. Tentu saja airnya tak harus diminum sekaligus. Bisa-bisa perut jadi kembung!
Pukul 11 aku dipanggil memasuki ruangan untuk bone scan. Dengan pakaian lengkap, aku berbaring pada meja pemeriksaan yang merupakan bagian dari mesin bone scan.
“Jangan bergerak. Tangan jangan dikepalkan,” kata petugas sambil mengikatku erat-erat dan menambahkan bahwa proses bone scanning akan makan waktu 18 menit.
Lumayan bisa tidur, pikirku. Eh, ternyata tak bisa tidur karena entah kenapa kakiku pegal sekali dan rasanya bagaikan kesemutan. .. Yach, mau nggak mau harus ditahan sampai pemeriksaan berakhir sekitar 20 menit kemudian.
Hasil bone scan yang baru dapat diambil keesokan harinya adalah sbb:

“Telah dilakukan pemeriksaan Bone scan dengan Tc-99m MDP.
Dibandingkan dengan pemeriksaan tgl. 16-02-08, saat ini tampak perbaikan aktivitas patologis pada costa 4 kanan, Th 11 dan L1. Aktivitas patologis pada sacroiliaka kanan dan ischium kiri tak tampak perubahan signifikans. Tidak tampak aktivitas patologis pada tulang lainnya.
Kesan: Perbaikan aktivitas patologis pada costa 4 kanan, Th 11 dan L 1. Aktivitas patologis pada pelvis stqa.”

Maksudnya nih… :Costa 4 kanan = tulang iga ke-4 di bagian kanan
Th 11 = tulang punggung thorax ke-11
L 1 = tulang punggung lumbal
Pelvis = panggul
Stqa = status quo
Sacroiliaka = tulang panggul (apa yach bedanya dengan pelvis?)
Ischium = tulang duduk

Intinya, ada kemajuan. Wah, senang sekali rasanya. Pasti ini karena aku rajin olah raga, reiki dan minum banyak jus buah2an (dan juga tentu karena doa).
Secara umum, foto hasil bone scan dapat menunjukkan adanya “hot spot” atau titik-titik tempat kanker bercokol. Foto bone scan hitam putih, dan titik itu ada yang berwarna abu-abu muda, abu-abu tua atau hitam. Semakin gelap dan besar titik itu, semakin parah keadaannya.
(Foto di samping bukan hasil bone scan-ku, ini adalah contoh yg diunduh dari internet.)
Hasil bone scan yang baru aku ambil kemarin menunjukkan bahwa titik-titik itu warnanya lebih terang. Kesimpulannya, keadaan membaik.
Secara keseluruhan, foto itu memang lebih terang dibandingkan dengan hasil bone scan bulan Februari 2008. Jadi bukan hanya "hotspot" yang warnanya menjadi lebih muda, tapi juga bagian2 lain. (Apakah... bukankah seharusnya hanya hotspot-nya yang berubah warna? Auk ah, gelap.)
Hari Jumat kemarin (16 Mei 2008) aku berkonsultasi dengan dokter Tan Sing Huang di NUH.
“This is good,” komentarnya.
Tapi ia sendiri tampaknya juga tak yakin 100% karena perbedaan kontras pada seluruh foto hasil bone scan yang terakhir dengan yang sebelumnya. Untuk memastikannya, ia memintaku menunggu sementara ia berkonsultasi dengan rekannya.
Akhirnya ia tetap menyatakan bahwa hasilnya “bagus” dalam arti kondisi “stabil”, tidak ada penyebaran baru. Karena itu tak perlu ganti obat. (Tiga bulan yang lalu, karena ada peningkatan aktivitas sel-sel kanker, ia mengatakan bahwa obat mungkin akan diganti).
“The glass is half full, not half empty,” katanya membesarkan hati.
Memang kita harus berpikir positif.

Breast cancer is not the end

Two secrets of the ground-breaking TV show-turned-movie Sex and the City were revealed recently.
First, the four main actors in the show did not always get along well -- there was tension among them, especially between Sarah Jessica Parker and Kim Cattrall, as the former was being paid more money than the others.
Second, Cynthia Nixon finally came out and told the public on May 9 that she had breast-cancer surgery a couple of years ago but kept it a secret to avoid the paparazzi.
"Well, I got my diagnosis about a year and a half ago. And, you know, I had this surgery and then I had radiation and I certainly didn't want to, you know, send out a press release right then. And I was trying to get through my treatment without having photographers at the hospital," she told CNN.
"When you tell someone you've had cancer, you know, they go into a panic. Being able to say I had this cancer about a year and a half ago and everything looks good, you know, much better to be able to tell people that."
For many people, cancer is a dreadful word that can make them jump from their seat. There is the perception that cancer is a killer and having breast cancer means losing everything -- health, wealth, breasts and hair.
Cancer is a disease caused by the abnormal growth of body cell tissue. The American Cancer Society estimated that about 465,000 women died from breast cancer globally in 2007 and 1.3 million new cases were diagnosed.
In Indonesia alone, breast cancer is the second-highest killer after cervical cancer. It is estimated that 10 out of every 100,000 people have developed breast cancer.
But having cancer does not necessarily mean the end of the world: Many people with cancer can still lead a productive and happy life.
Cynthia is living evidence. And she is not alone. Sheryl Crow, Melissa Eteridge and Olivia Newton-John are among world celebrities who live with breast cancer.
In the country, the most famous breast-cancer survivor is Rima Melati, who was born in 1939 and diagnosed with breast cancer at the age of 50.
The former movie star is now active with the Jakarta Breast Health Foundation, which she established along with another cancer survivor, Linda Gumelar, to educate people about breast cancer (www.pitapink.com/en/overview.php).
Yuniko Deviana, a management and inter-personal skills trainer, was diagnosed with breast cancer in 2002. But the disease did not affect her quality of life; she went on to write I Have Cancer, It Doesn't Have Me, and set up the Cancer Information and Support Center (http://www.cancerclubcisc.wordpress.com/).
Early detection of breast cancer is important because the sooner the cancer is detected, the better the prognosis. Unfortunately, in Indonesia many breast-cancer sufferers seek medical treatment after their conditions are already at an advanced stage.
Late diagnosis of breast cancer can be fatal. However, a positive attitude is paramount in the life of cancer survivors. Panic or stress can only make things worse.
The American Cancer Society has issued three recommendations that can improve the quality of a cancer survivor's life: have five servings of fruits and vegetables a day, do a lot of physical activity and quit smoking.
A recent national survey involving 9,105 survivors from six different cancer groups confirmed that a change in lifestyle could improve health status and quality of life.
While 82-91 percent of cancer survivors had quit smoking, only 14-19 percent of were eating five servings of fruits and vegetables per day.
An increase in physical activity was met by 29-47 percent of all cancer survivors. Overall, only 5 percent of survivors met all three of the recommendations.
Further analysis showed a better quality of life was observed among survivors who met all three lifestyle recommendations, particularly the physical activity recommendation.
Physical activity can include almost anything, from home activities, like maintaining a garden, to exercise and sports like brisk walking and swimming.
Yoga, stretching and weight lifting are also beneficial activities that improve strength and flexibility.
It may be hard to cure cancer, but people can live with it. And they can remain active, work as usual and lead a quality life.

The Jakarta Post, Wed, 05/14/2008, By T. Sima Gunawan , Contributor

Cancer is better than corruption

She scanned my whole body, from head to toe (I mean shoes) when we met recently, after not seeing each other for years.
"I heard that you are ill but you look so well," she said.
My old friend could not hide her surprise as she smiled and said how happy she was to see me in such good shape.
Her reaction did not surprise me at all. A cancer survivor, I am used to such comments.
For many people, cancer is a creepy word that can make their hair stand on end. They have the idea that cancer is incurable, and that those with cancer have one foot in the grave. Therefore, they are often astonished to find that survivors look as normal as other people.
"Do you still work?" another friend asked on the phone.
When I said yes, she continued: "How do you go to work?"
Come on. She must think that I can't drive anymore and have to take a taxi. Unfortunately, I cannot afford the expensive taxi fares, so I rely on my old but reliable car that has never given me any trouble, even though the AC is not perfect and the old shock breaker makes me nervous when negotiating the city's potholed roads.
In a way, cancer boosted my adrenaline. I recently gave in to a friend's persuasive requests and became a member of a fitness center.
I remembered what my doctor had told me: "Taking a brisk walk for 40 minutes, at least three times a week is good for you," she said.
To tell you the truth, I used to be very lazy when it came to sports and exercises. I still struggle to exercise regularly, but today I am certainly involved in more physical activities.
I also work harder at making more money. Not because I want to accumulate wealth so that I can be rich like tycoon Aburizal Bakrie, who is reportedly worth Rp 50 trillion (US$5.4 million).
I need money to buy a lot of carrots, apples, tomatoes, oranges and other fruits and vegetables that are good for all of us, especially cancer survivors. And of course, I need to work harder so I can cover my medical expenses.
Cancer has also inspired me -- not the most computer savy person, I have to admit -- to become a blogger. In fact, writing for my blog (http://ayomari.blogspot.com) has become part of my personal therapy.
I was diagnosed with breast cancer late in 2004. After having a mastectomy and six rounds of chemotherapy, no cancer cells were detected in my body.
Last year, however, it came back, attacking my bones. Initially, I only felt a bit pain, but it did not affect my daily activities at all. My doctor told me that I had an advanced stage of breast cancer, because it had spread to my bones.
Like my friends, who were surprised to know that I looked well, I was also quite surprised to hear what my doctor said. I have to admit that I also used to think that people with cancer in the advanced stages must be close to vegetables.
Cancer is indeed an unwanted disease that has a negative connotation, so much so that people use the word to describe horrible, disgusting or vicious things: When Pope Benedict XVI visited Washington DC last month, he met victims of sexual abuse and prayed for them. One victim compared the Roman Catholic Church sexual abuse scandal with cancer.
"I told him that he has a cancer growing in his ministry and needs to do something about it," he told reporters.
I wonder how the Pope would react if a cancer survivor said: "Cancer needs serious attention like sexual abuse against children in the Church."
Some politicians and observers in the country compare corruption, which is in the blood of many, with the advanced stages of cancer. Well, you can say that corruption is like cancer in the sense that they can both make us broke!
Like corruption, the issue of cancer should also be addressed more seriously.
The government has established the Corruption Eradication Commission. It would be a good idea for the government to set up a national cancer commission, just like the National Commission on AIDS.
In my opinion, cancer is better than corruption. People who are infected by the corruption virus are evil and have no dignity. Cancer may steal your money, and at a certain point, your health, but not your dignity.

The Jakarta Post, Wed, 05/14/2008 By T. Sima Gunawan , Contributor , Jakarta

Friday, May 9, 2008

Rahasia Chyntia

Setiap orang pasti punya rahasia. Macam-macam bentuknya. Mungkin waktu kecil suka ngompol di kelas. Mungkin punya tunggakan kartu kredit seabreg-abreg. Mungkin lagi naksir pacar orang ….
Cynthia Nixon, pemain Sex and the City, belum lama ini mengungkapkan rahasianya bahwa ia terkena kanker.
“Yach… saya didiagnosa sekitar satu setengah tahun yang lalu. Dan, ya, you know, saya menjalani operasi dan radiasi dan saya benar-benar nggak mau, you kow, mengungkapkannya kepada pers saat itu juga,” kata Cynthia yang takut dikejar-kejar paparazzi.
Maka iapun berhasil berobat di rumah sakit dengan tenang tanpa diketahui wartawan.
Sex and the City adalah film seri TV favorit yang saat ini sedang ditunggu-tunggu versi layar lebarnya. Bahkan Barack Obama, calon presiden AS, sambil bercanda mengatakan bahwa ia akan libur kampanye untuk nonton film yang rencananya bakal diputar akhir bulan ini.
Artis bisulan aja bisa jadi berita, apalagi kena kanker payudara.
Selain takut diburu wartawan infotainment, Cynthia juga khawatir orang-orang bakal panik.
“Kalau kamu memberitahu seseorang bahwa kamu kena kanker, you know, mereka bakal panik. Mendingan mengatakan kalau saya kena kanker sekitar satu setengah tahun yang lalu dan semuanya baik-baik saja, you know,” kata artis yang kini aktif dalam organisasi kanker payudara dan tampak segar bugar itu.
Alasan Cynthia bisa dimengerti karena, you know, memang buat kebanyakan orang, kata kanker sendiri bisa membuat bulu kuduk merinding. Emangnya kanker itu pocong atau kuntilanak… ???
Tapi, you know, sebetulnya sih ga perlu panik menghadapi kanker. Kena kanker bukanlah akhir dari segalanya.
Tuh buktinya Cynthia Nixon tetap baik-baik saja, you know!.

Sunday, May 4, 2008

Lepas Bra Saat Tidur

Tip of the Week

Jangan memakai bra kalau sedang tidur. Biarkan payudara bernafas bebas.

Memakai bra selama 24 jam sehari bukan hanya menyiksa, tapi juga berbahaya.

Pemakaian bra, terutama saat tidur apalagi bra berbingkai kawat, dapat menghambat aliran getah bening dan bisa mengakibatkan anoxia (kandungan oksigen yang lebih rendah dari normal) sehingga meningkatkan resiko terkena kanker.

Kalau begitu, apakah lebih baik tak usah memakai bra saja supaya tidak terkena kanker?

Salah. Tak ada jaminan bahwa menghindari pemakaian bra berarti bebas kanker. Juga bra tidak menyebabkan kanker, tapi pemakaian bra meningkatkan resiko terkena kanker.

Resep Menghadapi Kanker

1. Nyatakan Perang Terhadap Kanker
Jangan diam saja, ayo hajar si kanker busuk dengan senjata yang tersedia, yaitu minum obat sesuai anjuran dokter dan tindakan seperti kemoterapi, operasi, radiasi dll.



2. Jangan Beri Peluang Pada Kanker Untuk Berkembang Lebih Pesat
Perbanyak makan sayuran dan buah-buahan. Kurangi makanan yang tidak sehat.





3. Perkuat Pertahanan Tubuh
Lakukan olah raga teratur, misalnya jalan cepat 40 menit minimal 3x seminggu. Taichi dan yoga juga bagus.






4. Jangan Takut Mati
Live in dignity, die with dignity. Cepat atau lambat, semua orang akan mati. Bayangkan bertemu dengan Lady Di, Nike Ardila, Nikolas Saputra (maksudnya ... Soe Hok Gie), Marilyn Monroe ...dan Brad Pit ... (eh.. salah ya?)












4. Berdoa Menurut Keyakinan Masing-Masing
Tak perlu pindah agama.

Thursday, May 1, 2008

Kopi Kurangi Resiko Kanker ?

News of the Week / Week 1

Dua sampai tiga cangkir kopi sehari kelihatannya dapat mengurangi resiko terkena kanker payudara atau memperlambat serangan kanker. Begitu hasil riset terbaru dari Lund University dan Malmo University di Sweden.

Sebetulnya ini bukan berita hangat. Soal ini sudah pernah pernah diungkapkan oleh peneliti lain beberapa waktu yang lalu. Tapi tetap saja menarik untuk disimak.

Kabar yang dilansir oleh
http://www.medicalnewstoday.com/ pada tanggal 26 April 2008 ini menunjukkan bahwa dampak kopi terkait dengan estrogen, yaitu hormon perempuan. Produk metabolisme tertentu dari hormon ini dapat menyebabkan kanker dan berbagai komponen kopi mengubahnya menjadi kurang berbahaya. Lagipula, kopi mengandung kafein, yang juga menghambat pertumbuhan sel kanker.

Kalau begitu, apakah para pasien di RS Kanker perlu segera diberi minum kopi setiap hari?

Tidak secepat itu. Riset yang dilakukan terhadap 460 pasien kanker payudara ini menunjukkan bahwa kopi ini dapat mengurangi resiko terkena kanker hingga sepertiganya, terutama bagi perempuan dengan gen tertentu, yaitu jenis CYP1A2. Waduh, gen jenis apa ini? Aku sendiri nggak tau, tapi sekitar seperempat para perempuan diperkirakan mempunyai gen jenis ini.

Manfaat bagi perempuan dengan gen lain kurang begitu jelas meskipun tampaknya dapat memperlambat serangan kanker.

Tapi masih diperlukan penelitian lebih lanjut, kata Helena Jernstrom, salah seorang peneliti itu, sambil menegaskan bahwa pihaknya belum berani memberikan rekomendasi agar para pasien minum kopi.

2. Rekomendasi Bagi Penyintas Kanker

American Cancer Society telah mengeluarkan tiga rekomendasi untuk meningkatkan kualitas hidup penyintas kanker (cancer survivor).

Rekomendasi itu mencakup aktifitas fisik, makan buah-buahan dan sayur-sayuran lima porsi sehari, dan berhenti merokok.

Rekomendasi diperkuat dengan kajian yang melibatkan 9.105 penyintas kanker, termasuk kanker payudara, dalam survei nasional tentang gaya hidup dan status kesehatan mereka.

Hasil kajian itu adalah:

• Hanya 14–19% penyintas kanker makan lima porsi buah dan sayuran per hari..

• Rekomendasi untuk malakukan aktifitas fisik hanya dipenuhi oleh 29–47% penyintas kanker.

• 82–91% penyintas kanker berhenti merokok.

• Secara keseluruhan, hanya 5% dari penyintas kanker menuruti ketiga rekomendasi itu.

Analisa selanjutnya menunjukkan bahwa tampak kualitas hidup yang lebih baik di antara penyintas kanker yang memenuhi rekomendasi tersebut, terutama rekomendasi tentang kegiatan fisik.

Rincian tentang kajian ini ada dalam Journal of Clinical Oncology.

Sumber: CancerConsultants.com - News 5/2/2008

3. Exercise Regularly Cuts Breast Cancer Risk

Mothers, here's another reason to encourage your daughters to be physically active: Girls and young women who exercise regularly between the ages of 12 and 35 have a substantially lower risk of breast cancer before menopause compared to those who are less active, new research shows.

In the largest and most detailed analysis to date of the effects of exercise on premenopausal breast cancer, the study of nearly 65,000 women found that those who were physically active had a 23 percent lower risk of breast cancer before menopause. In particular, high levels of physical activity from ages 12 to 22 contributed most strongly to the lower breast cancer risk.

The study, by researchers at Washington University School of Medicine in St. Louis and Harvard University in Boston, was available online May 13 in the Journal of the National Cancer Institute.

http://www.medicalnewstoday.com/articles/107354.php



Cancer boosts my adrenaline

Taruhan yuk. Pasti pernah berangan-angan: “Alangkah enaknya kalau tiap hari weekend…” atau paling tidak “Alangkah enaknya kalau weekend bisa diperpanjang….”
Aku pernah lho mengalami long weekend selama kira-kira setahun…. Bekerja hanya dari hari Senin sampai Kamis sedangkan Jumat, Sabtu dan Minggu libur…
Tapi itu dulu…. Gara-gara kanker kumat (wah, kata kumat di sini kok ga enak amat ya…) sekarang harus banting tulang. Kalau lagi banyak pekerjaan, harus rela bekerja 7 hari seminggu, dari pagi sampai pagi lagi, dan tidur hanya beberapa jam sehari. Aku sih mensyukuri semua ini. Banyak pekerjaan kan berarti banyak pemasukan. Bukannya mau menimbun kekayaan buat nyaingin Bakrie yg punya Rp 50 triliun (US$5.4 milyar) tapi perlu mencari uang lebih untuk biaya berobat. Maklumlah, semua harus ditanggung sendiri.
“Lho. Apa ga diganti kantor?” Pasti ada pertanyaan seperti itu.
Nggak. Soalnya bukan karyawan tetap.
Bulan Agustus 2003 aku mengundurkan diri karena jenuh dan beralih menjadi penulis lepas sambil mengurusi warung kecil yang kemudian tutup karena memang diriku kurang berjiwa wirausaha.
Bulan November 2004 ketahuan kena kanker. Bulan Desember operasi dan dari bulan Januari sampai Juni 2005 menjalani kemoterapi.
Setelah dioperasi dan dikemo, aku dinyatakan bebas kanker. Horeee… Aman dah. (ini namanya terbuai dalam kondisi NED = No Existing Disease, pasien merasa sudah sembuh, padahal penyakit itu sebetulnya masih ada dan dapat muncul kembali).
Bulan September 2006 seorang teman menawarkan kesempatan untuk bekerja kembali di kantor lama dengan sistem kontrak.
“Boleh nggak seminggu empat hari ?” aku bertanya. Dan ternyata boleh.
Maka kembalilah aku menyandang status sebagai pekerja kantoran, kali ini bisa membuat orang lain iri karena hari kerja yang pendek. Saat tidak bekerja, aku bermaksud menyalurkan keinginan yang belum terlaksana seperti belajar membatik dan melukis, juga membuat keramik (dulu sudah pernah ikut kursus di tempat Keng Sin) serta mengerjakan terjemahan yang memang sedikit banyak aku geluti juga. (tapi kenyataannya, kok entah ngapain aja ya, banyak waktu berlalu begitu saja … )

Lalu datanglah kabar yang tak diharapkan. Hasil pemeriksaan pada tulang (bone scan) di RS Dharmais pada bulan April 2007 menunjukkan kalau kanker ternyata sudah menyebar ke tulang tanpa permisi. Aku tetap bersyukur karena kondisi badan masih normal semua dalam arti, tidak ada rasa sakit yang berarti. Semua aktivitas bisa berlangsung seperti biasa.
Dokter di RS Dharmais menyuruhku menggunakan brace dengan frame besi untuk menyangga tulang belakang selama 3 bulan. Sakitnya bukan kepalang, baru 3 hari aku sudah nggak kuat. Tanpa berpikir panjang, aku lari ke Singapura (kisah lengkap ada dalam tulisan sebelumnya di Cancer Sucks). Sebetulnya aku sih ga keberatan bolak balik ke Singapura, yach, anggap aja jalan-jalan…. Tapi kok mahal ya ongkosnya… Dan juga obatnya…
Jadi mau nggak mau, ya harus mau kerja lebih keras. Good bye long weekend... Aku mulai kerja di kantor dari hari Senin sampai Jumat. Selain itu masih sekali-sekali menulis dan semakin menekuni dunia terjemahan yang bisa dikerjakan di rumah. Karena tak menyandang status sebagai karyawan tetap, aku boleh melakukan pekerjaan lain sejauh itu tak mengganggu tugas di kantor.
Kanker tak menumpulkan kemampuanku bekerja dan menyempitkan ruang gerak. Bahkan aku lebih disibukkan dengan kegiatan baru seperti belajar reiki dan fitness. Sempat berenang beberapa kali, ikut kelas taichi sekali dan masih berjuang agar dapat rutin mengikuti kelas yoga di Fitness First. Boleh dibilang somehow cancer boosts my adrenaline. ..

Banyak penyintas kanker yang tetap produktif dan dapat menikmati hidup seperti orang lain. Tetap bekerja dan melakukan berbagai aktifitas seperti sebelum terkena kanker. Hanya saja mungkin kalau dulu ada yang suka dugem, sekarang mungkin tak lagi banyak keluar malam karena kegiatan itu mengandung banyak resiko terpapar oleh asap rokok dan godaan minum alkohol yang membahayakan ksesehatan
Aku sendiri sekarang kadang-kadang malahan harus kerja lebih keras dari pada saat sebelum didiagnosa terkena kanker. Kalau sedang banyak kerjaan, bangun tidur bisa langsung bekerja dan dilanjutkan saat pulang kantor, hingga lewat tengah malam. Tak ada hari libur.
Tapi bersyukur masih ada yang membutuhkan tenagaku, sehingga membuatku merasa lebih berarti. Lagipula, fakta ini mematahkan anggapan sebagian orang yang menyangka bahwa orang yang terkena kanker pastilah loyo dan layu …
Intinya, aku sih senang-senang saja… Banyak kerja kan berarti laris manis … Lagipula ini kan tidak setiap hari…
Kalau tidak ada pekerjaan ekstra, aku juga bersyukur karena aku bisa mempunyai waktu untuk fitness (biarpun .. jujur saja, aslinya dari dulu aku nggak suka olah raga, dan sampai sekarang masih suka malas, harus berjuang keras supaya rajin) atau mengerjakan hal-hal yang menyenangkan, seperti ngeblog, atau…. nonton infotainment di TV yang seringkali dikritik karena terlalu berlebihan.. kayak kurang kerjaan aja… (Biarin deh, mending nonton gossip Dewi Persik yang heboh dengan goyang gergajinya daripada capek ngedengerin anggota DPR yang suap-suapan…. )